Rabu, 20 Januari 2016

TUGAS UAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU PRODI PEP B S2 UNY

PERANAN METODE PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM KULIAH FILSAFAT ILMU
Disusun guna memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.




Oleh :
Vivi Nurvitasari
(PEP B/ 15701251012)





PROGRAM STUDI PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan bukan lagi menjadi hak asasi manusia pada umumnya, namun pendidikan telah menjadi suatu kewajiban bagi setiap manusia. Pendidikan tidak selalu didapatkan dalam kegiatan formal namun juga dapat dicapai melalui kegiatan non formal. Adanya tujuan pendidikan yang turut mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang telah tercantum dalam alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945, maka beberapa pihak terus melakukan suatu inovasi dalam dunia pendidikan. tujuan dari inovasi itu sendiri adalah untuk memperbaiki sistem dan juga meningkatkan sistem pendidikan yang sedang berjalan, khususnya sistem pendidikan di Indonesia. Banyaknya inovasi yang dilakukan oleh pemerintah di bidang pendidikan juga berdampak bagi para pendidik beserta para peserta didik pada umumnya.
Salah satu inovasi yang dilakukan di dalam bidang pendidikan adalah inovasi pendekatan pembelajaran yaitu dengan adanya peralihan pendekatan atau metode pembelajaran ceramah ke metode pembelajaran konstruktivisme. Konstruktivisme itu sendiri merupakan salah satu aliran modern dari filsafat. Konstruktivisme lebih diartikan dengan membangun suatu ilmu pengetahuan melalui pengalaman yang didapatkan dalam proses belajar. Pengalaman tersebut akan memperkaya ilmu pengetahuan dalam diri peserta didik. Metode pembelajaran konstruktivisme dianggap sesuai apabila diaplikasikan dalam dunia pendidikan karena metode pembelajaran tersebut lebih terfokus pada problem solving dan juga student-centered. Sehingga para pendidik dituntut untuk dapat mengubah pola atau kebiasaan mengajarnya yang sebelumnya berpusat pada pendidik, kini proses belajar mengajar harus berpusat pada peserta didik itu sendiri sebagai subyek pendidikan yang sebenarnya. Adanya hal tersebut turut serta menuntut peserta didik untuk mengubah kebiasaan belajar mereka yang selama ini cenderung pasif dan hanya sekedar menerima apa saja yang disampaikan oleh pendidik menjadi peserta didk yang aktif, mandiri, dan kritis dalam mencari, membangun, dan mengembangkan ilmu pengetahuannya sendiri.
Adanya penerapan metode pembelajaran konstruktivisme ini diharapkan para peserta didik lebih tertarik untuk mencari suatu cara dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang sedang mereka hadapi, sehingga peserta didik akan cenderung lebih aktif dan kreatif dalam mencari suatu solusi untuk memecahkan permasalahan dan tidak terus menerus bergantung pada proses yang cenderung instan dan hanya menekankan pada hasil akhir yang memuaskan saja. Metode pembelajaran konstruktivisme tersebut telah diterapkan diberbagai kegiatan pembelajaran, tidak terkecuali dalam pembelajaran Filsafat Ilmu di semester satu pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Tujuannya adalah agar para mahasiswa tidak terkesan pasif dan cenderung hanya menunggu perintah dari dosen untuk mempelajari materi A, B, dan C, namun mahasiswa secara mandiri mampu untuk belajar sendiri dengan menggunakan sumber belajar yang sesuai dengan materi perkuliahan Filsafat Ilmu tersebut.
Adanya penerapan metode pembelajaran konstruktivisme dalam perkuliahan Filsafat Ilmu di semester satu Program Pascasarjana UNY tersebut, mendorong penulis untuk membahas tentang peranan metode pembelajaran konstruktivisme dalam perkuliahan Filsafat Ilmu dengan memberikan suatu refleksi yang telah penulis dapatkan ketika mengikuti proses perkuliahan Filsafat Ilmu.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis telah dapat merumuskan beberapa permasalahan yang muncul, diantaranya adalah:
1.      Apa definisi dari metode pembelajaran konstruktivisme?
2.      Bagaimana gambaran singkat tentang proses perkuliahan Filsafat Ilmu di Program Pascasarjana UNY?
3.      Bagaimana peranan metode pembelajaran konstruktivisme dalam kuliah Filsafat Ilmu?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan tentang definisi metode pembelajaran konstruktivisme.
2.      Untuk menjelaskan tentang gambaran singkat proses perkuliahan Filsafat Ilmu di Program Pascasarjana UNY.
3.      Untuk menjelaskan tentang peranan metode pembelajaran konstruktivisme dalam kuliah Filsafat Ilmu.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Metode Pembelajaran Konstruktivisme
Metode pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran yang menekankan pada bagaimana peserta didik memproses ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari lingkungan sekitar sehingga peserta didik tidak serta merta hanya menerima ilmu pengetahuan yang diberikan oleh lingkungan sekitarnya namun peserta didik secara aktif mampu dalam menyusun atau mengorganisisr ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan tersebut. Adanya metode pembelajaran konstruktivisme ini mendorong peserta didik untuk tidak lagi berperan sebagai pendengar pasif ketika proses belajar mengajar berlangsung namun peserta didik secara langsung berperan sebagai subyek yang aktif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Metode pembelajaran konstruktivisme ini cenderung berpusat pada peserta didik atau sering disebut dengan student-centered karena dalam penerapan metode pembelajaran ini peserta didik sendirilah yang secara aktif, mandiri, dan kritis untuk mencari dan membangun ilmu pengetahuannya sendiri dengan menggunakan beberapa sumber belajar yang telah disediakan oleh pendidik maupun oleh lingkungan sekitarnya. Peran pendidik dalam metode pembelajaran konstruktivisme ini adalah sebagai fasilitator dan motivator. Peran pendidik sebagai fasilitator ialah dimana pendidik berusaha untuk menyediakan fasilitas berupa sumber belajar bagi peserta didik yang memiliki berbagai gaya belajar yang berbeda-beda. Guru juga dapat berperan dalam menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk dapat beraktivitas dalam proses belajarnya sehingga peserta didik akan mendapatkan banyak pengalaman dari proses belajar mereka tersebut. Sedangkan peran pendidik sebagai motivator adalah dimana pendidik terus berusaha dalam memberikan dorongan atau motivasi kepada peserta didik dalam usahanya membangun ilmu pengetahuan secara mandiri.
Metode pembelajaran konstruktivisme ini tidak hanya berfokus pada hasil belajar peserta didik, tetapi juga berfokus pada proses dimana peserta didik tersebut melakukan usaha dalam belajar secara aktif dan mandiri. Sehingga dari proses belajarnya tersebut peserta didik akan mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat memberikan sumbangan banyak ilmu pengetahuan bagi peserta didik itu sendiri. Ilmu pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya oleh peserta didik tersebut dapat disinergikan atau dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang baru yang dapat bersumber dari pendidik, teman sebaya atau dari sumber belajar lain, sehingga akan menghasilkan suatu pemahaman baru akan sebuah ilmu pengetahuan dan hal tersebutlah yang menjadi suatu proses dari konstruksi ilmu pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik.
Dalam penerapan metode pembelajaran konstruktivisme, peserta didik harus dilibatkan secara langsung dalam proses atau aktivitas belajar mengajar agar mereka dapat membangun sendiri pemahamannya akan suatu ilmu pengetahuan. hal tersebut juga secara tidak langsung akan dapat mendorong cara berpikir peserat didik untuk lebih kritis, logis, dan sistematis dalam mencari suatu cara untuk membangun pemahamannya tersebut. Dorongan untuk lebih dapat berpikir secara kritis, logis, dan sistematis tersebutlah yang merupakan salah satu tujuan dari penerapan metode pembelajaran konstruktivisme, supaya peserta didik nantinya dapat mengaplikasikan cara berpikir mereka yang kritis, logis, dan sistematis tersebut dalam pencarian solusi untuk menyelesaiakan suatu permasalahan yang mereka hadapi.
Metode pembelajaran konstruktivisme secara tidak langsung tidak hanya menuntut kehadiran secara fisik para peserta didik, namun juga menuntut kehadiran ide-ide, gagasan, dan pemahaman dari peserta didik yang telah mereka dapatkan dari proses belajar mandiri yang telah mereka lakukan sebelum mereka mengikuti proses pembelajaran didalam kelas. Sehingga suatu pemahaman akan ilmu pengetahuan tidak semata-mata didapatkan dari apa yang pendidik paparkan ketika proses belajar mengajar berlangsung namun pemahaman ilmu pengetahuan tersebut telah peserta didik dapatkan sebelum proses belajar mengajar berlangsung agar ketika proses belajar mengajar berlangsung, peserta didik telah memiliki bekal berupa pemahaman tentang materi yang akan disampaikan oleh pendidik, dan peserta didik dapat memberikan kritisasi terhadap materi yang dijelaskan oleh pendidik. Pendidik juga akan dapat melakukan suatu aktivitas tanya jawab dengan peserta didik dengan efektif apabila para peserta didik telah memiliki suatu pemahaman yang mendalam terhadap materi pembelajaran.

B.     Proses Perkuliahan Filsafat Ilmu
Pada awal kuliah semester satu di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, terdapat beberapa mata kuliah yang harus diambil oleh para mahasiswa, salah satu diantaranya adalah mata kuliah Filsafat Ilmu. Mata kuliah tersebut diampu oleh beberapa dosen pengampu yang berbeda, salah satunya adalah Prof. Dr. Marsigit, M.A. beliau merupakan seorang guru besar yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang pendidikan matematika dan juga filsafat.
Menurut Prof. Dr. Marsigit, M.A., pembelajaran Filsafat Ilmu merupakan suatu pembelajaran yang berusaha untuk merefleksikan pikiran-pikiran para filsuf yang kemudian dijadikan sebagai objek berpikir sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan filsafat-filsafat baru yang diinteraksikan dengan pengalaman kehidupan sehingga akan menciptakan suatu pengetahuan atau ilmu yang baru. Objek dalam fisafat itu sendiri adalah segala hal yang ada dan yang mungkin ada. Pengetahuan tentang filsafat dapat berasalh dari manapun selagi kita sebagai mahasiswa aktif dan kritis dalam memandang suatu hal atau fenomena yang ada dan yang terjadi bahkan yang mungkin akan terjadi dalam kehidupan kita. Salah satu contoh mempelajari filsafat adalah dengan mempelajari tentang konsep kehidupan manusia dimana dalam hidup itu manusia harus menjadikan hati sebagai dasar dalam kita bertindak dan berolah pikir karena ketika hati kita telah diduduki setan maka kehidupan kita juga akan selamanya dipengaruhi oleh setan. Dalam membangun konsep kehidupan juga harus dibatasi dengan suatu spiritual yang berupa keyakinan terhadap Tuhan. Dengan adanya keyakinan tersebut maka kita sebagai manusia akan terus berusaha untuk dapat memaknai segala hal yang terjadi dalam kehidupan kita agar kita karena kita telah percaya bahwa apapun yang terjdi itu tidak pernah lepas dari campur tangan Tuhan, dan pada akhirnya kita akan dapat selalu bersyukur dan bersikap rendah hati dalam menjalani kehidupan. Hal tersebut diatas merupakan sebagian refleksi tentang apa yang selalu Prof. Dr. Marsigit, M.A. sampaikan dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu.
Proses perkuliahan Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. menggunakan media pembelajaran berupa blog yang didalamnya terdapat artikel-artikel yang telah beliau tulis untuk memfasilitasi setiap mahasiswanya agar dapat belajar filsafat dimanapun dan kapanpun. Sehingga Prof. Dr. Marsigit, M.A. selalu meminta mahasiswanya untuk membaca, membaca, dan membaca berbagai sumber primer maupun sumber sekunder untuk membangun pemahaman mahasiswa tentang makna atau definisi dari filsafat itu sendiri.
Sumber belajar primer dalam belajar filsafat adalah sumber yang memuat tentang pikiran-pikiran para filsuf, sedangkan sumber sekundernya berupa pengalaman-pengalaman yang telah mahasiswa dapatkan dapatkan ketika melakukan proses belajar sebelumnya. Sedangkan sumber primer untuk mendapatkan materi dalam mata kuliah Filsafat Ilmu adalah blog pribadi Prof. Dr. Marsigit, M.A., dan sumber tambahan dalam belajar filsafat adalah buku-buku yang memuat tentang pemikiran-pemikiran para filsuf.
Dari kegiatan membaca blog Prof. Dr. Marsigit, M.A. tersebut, mahasiswa juga diminta untuk memberikan komentarnya pada setiap artikel yang telah Prof. Dr. Marsigit, M.A. tulis. Hal tersebut diharapkan dapat membangun pemahaman mahasiswa tentang definisi filsafat. Ketika proses perkuliahan berlangsung, Prof. Dr. Marsigit, M.A. akan meminta mahasiswanya untuk membuat pertanyaan tentang apa yang telah mahasiswa baca sebelumnya di dalam artikel yang ada di blog Prof. Dr. Marsigit, M.A. Hal tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman mahasiswa dan menguji tingkat berpikir kritis dari mahasiswa setelah mahasiswa membaca isi artikel dalam blog Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Dalam perkuliahan Filsafat Ilmu tersebut, Prof. Dr. Marsigit, M.A. juga sering memberikan tes jawab singkat yang juga bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman yang didapatkan oleh mahasiswa dari kegiatan membaca artikel dalam blog. Beberapa kegiatan tersebut dianggap efektif bagi mahasiswa karena mereka akan mendapatkan pemahaman tentang apa itu filsafat berdasarkan dari kuantitas dan kualitas bacaan mereka. Seperti yang telah disebutkan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. bahwa sebenar-benarnya filsafat adalah dirimu sendiri, jadi pemahaman filsafat setiap orang itu berbeda-beda tergantung pada banyaknya membaca dan banyaknya pengalaman yang ia dapatkan dari proses belajar tersebut.

C.    Peran Metode Pembelajaran Konstruktivisme dalam Perkuliahan Filsafat Ilmu
Penerapan metode pembelajaran konstruktivisme dalam perkuliahan Filsafat Ilmu berlangsung ketika proses mahasiswa membaca secara mandiri dan berusaha untuk mengkritisi isi dari artikel dalam blog tersebut. Ketika proses membaca berlangsung, mahasiswa berusaha untuk membangun sendiri pemahamannya tentang definisi filsafat berdasarkan apa yang mereka baca dan kemudian mereka sinergikan dengan pengalaman dalam kehidupan mereka. Ketika proses perkuliahan berlangsung, maka mahasiswa telah memiliki suatu bekal berupa pemahaman yang mereka dapatkan secara mandiri yang nantinya akan mereka bandingkan dengan materi yang disampaikan oleh dosen pengampu, dari hasil perbandingan pengetahuan tersebut maka akan tercipta suatu pemahaman baru yang merupakan suatu ilmu pengetahuan baru bagi mahasiswa. Jadi, untuk mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu, dosen tidak membiarkan mahasiswanya untuk datang mengikuti kuliah tanpa bekal pengalaman atau pengetahuan apapun, namun dosen meminta mahasiswa untuk membekali dirinya dengan cara membaca artikel yang ada dalam blog Prof. Dr. Marsigit, M.A..
Dalam kegiatan mengkritisi isi artikel blog Prof. Dr. Marsigit, M.A., metode pembelajaran konstruktivisme juga ikut berperan dimana salah satu ciri-ciri metode pembelajaran tersebut adalah mengembangkan potensi dan kreatifitas peserta didik. Sama halnya dengan salah satu ciri-ciri tersebut bahwa kegiatan mengkritisi isi artikel yang ada dalam blog Prof. Dr. Marsigit, M.A. merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dapat meningkatkan potensi dan juga kreatifitas mahasiswa dalam berolah pikir. Setelah mereka berusaha membangun pemahaman mereka sendiri dengan cara memperbanyak membaca artikel dalam blog, kemudian mereka berusaha untuk mengembangkan pemahaman yang telah mereka dapatkan dengan cara memberikan komentar-komentar mereka dalam artikel blog tersebut. Dalam kegiatan memberikan komentar terhadap isi artikel dalam blog Prof. Dr. Marsigit, M.A. tersebut, secara tidak langsung mahasiswa akan terdorong untuk selalu berpikir kritis dan kreatif. Mahasiswa juga akan dapat merefleksikan pengalaman belajar yang telah mereka dapatkan dan juga pengetahuan yang mahasiswa dapatkan sebelumnya.
Dengan menggunakan pembelajaran e-learning berupa blog tersebut maka mahasiswa akan dapat belajar dimanapun dan kapanpun, sehingga usaha untuk belajar mereka tidak hanya terbatas terjadi didalam kelas ketika perkuliahan Filsafat Ilmu berlangsung. Hal tersebut termasuk peran dari penerapan metode pembelajaran konstruktivisme dimana peserta didik diberikan banyak kesempatan untuk dapat membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuannya dimanapun dan kapanpun mereka inginkan dan butuhkan.
Adanya pembelajaran yang difasilitasi dengan media blog ini dapat memberikan kesempatan bagi para mahsiswa untuk dapat membangun hubungan sosial dengan mahasiswa yang lainnya dengan cara saling menyimak komentar-komentar dari mahasiswa yang satu dengan mahasiswa yang lain, sehingga mahasiswa tidak hanya fokus dalam meningkatkan kemampuan kognitifnya namun juga mahasiswa secara tidak langsung akan dapat meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi. Hal tersebut merupakan salah satu manfaat yang diberikan dengan adanya penerapan metode pembelajaran konstruktivisme dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu.
Salah satu prinsip metode pembelajaran konstruktivisme adalah pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja tanpa adanya keaktifan peserta didik itu sendiri. Sehingga dalam perkuliahan Filsafat Ilmu ini, mahasiswa akan selalu dituntut aktif dalam membaca karena dalam hal tersebut dosen pengampu telah berperan sebagai fasilitator dengan cara menyediakan media pembelajaran yang dapat diakses dengan mudah oleh mahasiswa. Membaca itulah yang akan dapat membantu mahasiswa untuk memindahkan ilmu pengetahuan dari dosen pengampu kepada mahasiswa itu sendiri tentunya dengan usaha belajar dan membaca yang dilakukan oleh para mahasiswa. Selain sebagai fasilitator dengan menyediakan media pembelajaran berupa blog, Prof. Dr. Marsigit, M.A. juga berperan sebagai motivator yang selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada mahasiswanya untuk selalu menggali ilmu pengetahauan mereka tentang filsafat dari berbagai sumber belajar, khususnya dari pikiran-pikiran para filsuf karena berfilsafat merupakan kegiatan merefleksikan pemikiran para filsuf.
Dengan segala pengalaman yang telah didapatkan oleh para mahasiswa dalam proses belajar dan membaca artikel yang ada didalam blog Prof. Dr. Marsigit, M.A. tersebut, akan membuat mahasiswa kaya akan pengalaman dan itu berarti bahwa ilmu pengetahuan mahasiswa pun akan bertambah. Sehingga mahasiswa akan dapat membangun sendiri definisi dari filsafat dan mahasiswa akan dapat membangun secara mandiri filsafat hidupnya sesuai dengan pengalaman dan pemahaman yang telah mereka dapatkan selama proses belajar mandiri tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka proses pembelajaran akan lebih bermakna bagi setiap mahasiswa karena mahasiswa telah terlibat secara langsung dan secara aktif dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, bahwa metode pembelajaran konstruktivisme sangatlah memberikan peranan penting dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu dimana mahasiswa diberikan kesempatan yang lebih untuk dapat melakukan usaha belajarnya dimanapun dan kapanpun dengan media pembelajaran dan sumber pembelajaran yang telah disediakan oleh  Prof. Dr. Marsigit, M.A. Metode tersebut juga berperan dalam melibatkan mahasiswa secara langsung dalam proses pembelajaran (kognitif) dan juga proses interaksi sosial dengan saling bertukar ide atau gagasan dengan sesama mahasiswa yang lain juga dengan dosen pengampu.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Metode pembelajaran konstruktivisme merupakan metode yang sesuai dengan sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini karena metode pembelajaran konstruktivisme mendorong peserta didik untuk meningkatkan cara berpikir yang logis, kreatif, kritis, dan sistematis dalam memandang suatu permasalahan dan mencari solusi yang tepat untuk memecahkan suatu permasalahan. Adanya perubahan dalam penerapan metode pembelajaran ceramah menjadi metode pembelajaran konstruktivisme merupakan salah satu langkah inovasi pendidikan yang dipandang tepat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena keunggulan metode pembelajaran konstruktivisme dibanding metode pembelajaran yang lain adalah metode pembelajaran konstruktivisme lebih memberikan banyak kesempatan bagi peserta didik untuk dapat beraktivitas dalam melakukan usaha belajar untuk membangun pemahamannya sendiri tentang ilmu pengetahuan yang ada dilingkungan sekitarnya. Sehingga siswa akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk mendapatkan banyak pengalaman dalam melakukan proses belajar yang nantinya dari banyaknya pengalaman yang didapat tersebut juga akan mempengaruhi banyaknya ilmu pengatahuan yang didapatkan oleh peserta didik.
Dalam penerapan metode pembelajaran konstruktivisme tersebut peran pendidik lebih terfokus sebagai fasilitator dan juga motivator bagi para peserta didik. Sebagai fasilitator, maka pendidik harus berusaha untuk menyediakan sumber, media, dan juga aktivitas pembelajaran bagi setiap peserta didik yang cenderung memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, sehingga pendidik tidak lagi aktif dalam menstransfer materi kepada peserta didik dan membuat peserta didik menjadi pendengar dan penerima materi yang pasif dalam proses belajar mengajar, namun dengan menggunakan metode pembelajaran konstruktivisme ini, pendidik akan cenderung lebih pasif dan peserta didik yang harus lebih aktif dalam menggali pemahamannya akan suatu ilmu pengetahuan menggunakan sumber, media, dan aktivitas pembelajaran yang sudah disediakan oleh pendidik. Sedangkan peran pendidik sebagai motivator adalah bagaimana cara pendidik untuk selalu mendorong dan memotivasi peserta didik agar dapat memanfaatkan hal-hal yang ada disekitarnya sebagai sumber belajarnya untuk dapat mendapatkan suatu pengalaman belajar yang nantinya akan dapat menciptakan suatu ilmu pengetahuan baru bagi peserta didik.
Metode pembelajaran konstruktivisme juga telah diterapkan dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu pada semester satu Program Pascasarajana UNY. Proses perkuliahan yang dilakukan pada hari Kamis diruang 306A gedung baru Pascasarjana UNY dan diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. menggunakan media pembelajaran berupa blog pribadi yang sengaja dibuat oleh dosen untuk memfasilitasi para mahasiswanya dalam belajar filsafat dimanapun dan kapanpun. Dalam blog tersebut terdapat lebih dari 600 artikel yang ditulis oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. yang bertemakan pendidikan, matematika dan juga filsafat. Setiap mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. diminta untuk membaca artikel-artikel yang ada didalam blog tersebut dan memberikan komentarnya pada artikel yang telah dibaca.
Metode pembelajaran konstruktivisme yang telah diterapkan dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu tersebut berperan sebagai suatu metode pembelajaran yang membantu pendidik atau dosen untuk dapat membuat mahasiswanya menjadi mahasiswa yang aktif, kritis, dan logis dalam berpikir. Peran pendidik sebagai fasilitator telah dilakukan dengan cara menyediakan sumber belajar bagi para mahasiswanya berupa blog yang didalamnya berisi lebih dari 600 artikel sehingga mahasiswa dapat belajar secara mandiri dan tidak terus menerus bergantung pada apa yang dijelaskan oleh pendidik dikelas. Mahasiswa akan dapat melakukan usaha belajar dimanapun dan kapanpun dengan media pembelajaran blog tersebut dan mahasiswa akan dapat membangun pemahamannya sendiri tentang definisi dari filsafat.
Filsafat merupakan diri kita sendiri maka dari itu filsafat itu berdasarkan pada apa yang telah kita pahami dari hasil belajar kita, maka mahasiswa dituntut aktif dalam membaca agar lebih banyak lagi pemahaman yang mereka dapatkan dari proses membaca tersebut dan akan memperkaya ilmu pengetahuan mereka tentang filsafat. Penggunaan blog selain untuk meningkatkan kemampuan kognitif mahasiswa juga dapat meningkatkan kemampuan sosial mahasiswa dimana mahasiswa selain menyampaikan pemahaman, ide, dan gagasan yang mereka dapatkan dari proses membaca, mereka juga akan dapat berinteraksi dengan mahasiswa yang lain dan juga dengan dosen pengampu dengan cara saling menyimak komentar mahasiswa yang lainnya. Oleh karena itu, penerapan metode pembelajaran konstruktivisme ini memiliki peranan yang penting dalam proses perkuliahan Filsafat Ilmu karena akan dapat membantu mahasiswa untuk membangun pemahaman mereka sendiri dan juga memberikan pembelajaran yang bermakna bagi para mahasiswa sehingga mahasiswa tidak terus menerus pasif untuk menerima apa yang disampaikan oleh dosen.


Rabu, 13 Januari 2016

Tugas Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Prodi PEP Kelas B di Ruang 306A Kamis 10 Desember 2016

E N G L I S H
Spiritual
Tokoh
Ideology
Filsafat
Etik
Estetik
Aksiologi
Epistemology
Ontology
Seni
Budaya
Sosiologi
Psikologi
Awam
Grammar
Jenis
Kegunaan
Macam-macam Subjek
Syarat
Ketentuan Khusus
Ada
Mengada
Pengada
TUHAN
-   Georg Wilhelm Friedrich Hegel
-   Ludwig Wittgenstein
-   Levi-Strauss
-   David Hilbert
-    Dialektisme
-    Analitik
-    Strukturalisme
-    Formalis
-    Analitik
-    Strukturalis
-    Dialektis
-    Formalis



Pantas
Subjektif
Nilai moral
-    Spiritual
-    Konsisten
-    Berpikir kritis

Wadah dan isi yang meliputi antara yang ada dan yang mungkin ada.
Instrumental,
Gamelan
-    Bahasa
-    Universal
-    Sistematis
Semua
Semua
Seluruh
Tense
Future Perfect Continuous Tense
Menyatakan suatu peristiwa atau kejadian yang akan terjadi pada waktu yang akan berlngsung selama beberapa waktu di masa yang akan datang
Must, will, shall, may, can
Have been
V-ing
Contoh: check à checking
Modal (can, must, shall. may, can, will
Modal + have + been + V-ing
-    will have been checking
-    must have been checking
-    shall have been checking
-    can have been checking
-    may have been checking
-   Levi-Strauss
-   Georg Wilhelm Friedrich Hegel
-   Ludwig Wittgenstein
-   David Hilbert

-    Strukturalisme
-    Dialektisme
-    Analitik
-   Formalis
-    Analitik
-    Strukturalis
-    Dialektis
-    Formalis

Pantas
Subjektif
Nilai moral
-    Spiritual
-    Konsisten
-    Berpikir kritis

Wadah dan isi yang meliputi antara yang ada dan yang mungkin ada.
Instrumental, Gamelan
-    Bahasa
-    Universal
-    Sistematis
Semua
Semua
Seluruh
Tense
Future Perfect Tense
Menyatakan suatu peristiwa atau kejadian yang akan sudah dikerjakan pada waktu lampau dan akan segera selesai pada waktu yang akan datang.
Must, will, shall, may, can
have
Verb 3
Contoh: Take à taken
Modal (can, must, shall. may, can, will
Modal + have + V3
-       will have taken
-       must have taken
-       shall have taken
-       can have taken
-       may have taken



PROSES EKSTENSI DALAM USAHA MENEMBUS RUANG BAHASA INGGRIS
Minggu, 10 Januari 2016
Refleksi pertemuan ketiga belas (Kamis, 10 Deseember 2015)
Oleh: Vivi Nurvitasari
15701251012

Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Petemuan kuliah Filsafat Ilmu yang dilaksanakan pada tanggal 10 Deseember 2015 jam 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A. Sistem perkuliahan pada minggu ini berbeda dengan pertemuan sebelumnya karena pada pertemuan kali ini Pak Marsigit memberikan penjelasan bahwa setiap hal itu memiliki iconnya masing-masing karena setiap yang ada dan yang mungkin ada bisa menjadi icon. Setiap yang ada dan yang mungkin ada itu memiliki ruangnya masing-masing dan memiliki batas atas setiap ruang yang dimilikinya. Hal-hal tersebut terus menerus berusaha dalam menembus ruang dan waktunya.
Diakhir perkuliahan Pak Marsigit meminta mahasiswa untuk membuat tabel menurut masing-masing latar belakang pendidikan S1 sebagai proses dari berpikir dan berfilsafat sehingga dapatmenghasilkan suatu ekstensi yang berbeda-beda dari setiap mahasiswa.
Dalam hal ini, saya mengambil contoh untuk mendefinisikan ruang dari Bahasa Inggris dengan membuat tabel sebagai proses menguraikan ruang-ruang Bahasa Inggris tersebut. Bahasa Inggris merupakan sebuah ruang bagi ruang-ruang yang lain. Pada tabel pertama dimulai dari ruang Bahasa Inggris yang berfungsi sebagai yang ada adalah modal, dari modal tersebut dapat diturunkan ke dalam sebuah ruang lagi yang terdiri dari modal + have + been + V-ing yang berfungsi sebagai ruang mengada. Dari ruang mengada tersebut dapat diturunkan lagi pada ruang pengada yang terdiri dari suatu hasil yaitu “will have been checking; must have been checking; shall have been checking; can have been checking; may have been checking”.
Pada ruang-ruang sebelum adanya ruang yang berfungsi sebagai yang ada tersebut terdapat ruang-ruang lain yang menjadi bagian dari ruang Bahasa Inggris. Ruang-ruang tersebut terletak sebelum ruang ada (modal) dan bergerak kebelakang yang nantinya akan menuju pada akar dari adanya ruang Bahasa Inggris ini. Ruang tersebut ialah ruang ketentuan khusus dari adanya ada yaitu Verb-ing (check à checking), dibelakang ruang ketentuan khusus tersebut terdapat ruang syarat yaitu terdiri dari have been. Dibelakang ruang syarat tersebut terdapat ruang dari macam-macam modal yaitu terdiri dari can, must, shall, may, will.  Semakin ke belakang maka semakin banyak ruang yang dapat diproduksi, misalnya saja dapat dilihat dari tabel pertama yang telah saya buat yaitu terdapat ruang kegunaan yaitu untuk menyatakan suatu peristiwa atau kejadian yang akan terjadi pada waktu yang akan berlangsung selama beberapa waktu di masa yang akan datang. Pernyataan kegunaan tersebut merupakan turunan dari ruang jenis yaitu Future Perfect Continuous Tense. Ruang jenis tersebut juga merupakan turunan dari ruang grammar yang terdiri dari tense.
Orang awam menyebut semua ruang-ruang yang ada tersebut merupakan keseluruhan atau total. Dalam ruang psikologi juga dikatakan semua atau seluruhnya, juga dalam ruang sosiologi juga disebutkan totalatau keseluruhan dari semuanya. Sedangkan dalam ruang budaya disebutkan bahasa, universal, dan juga sistematis. Dalam ruang seni, semua ruang tersebut bisa dikatakan sebagai suatu instrumental atau gamelan. Untuk ruang ontologinya meliputi wadah dan isi yang meliputi antara yang ada dan yang mungkin ada. Selanjutnya untuk ruang epistemologinya tersdiri dari konsisten, berpikir kritis, dan spiritual. Pada ruang aksiologi terdapat nilai moral dan dibelakangnya terdapat ruang estetika yang terdiri dari subjektifitas setiap orang. Pada ruang sebelumnya terdiri dari ruang etik yang terdiri dari kepantasan, bahwa sesuatu itu dianggap pantas karena dianggap memiliki estetika sendiri-sendiri menurut pendapat sebagaian orang. Pantasnya suatu modal itu digunakan pada suatu ruang dan waktunya dalam menggunakan modal tersebut.
Ruang filsafat dari modal yang merupakan bagian ruang dari Bahasa Inggris tersebut adalah Analitik Strukturalis, Dialektis, dan Formalis. Untuk ruang ideologi dari modal ialah terdiri dari Dialektisme Analitik, Strukturalisme, dan Formalis. Setiap ideologi yang disebutkan tersebut memiliki tokohnya masing-masing. Untuk dialektisme tokohnya ialah George Wilhelm Friedrich Hegel; tokohnya analitik ialah Ludwig Wittgenstein; untuk struktualisme tokohnya ialah Levi-Strauss; dan untuk tokoh dari formalis ialah David Hilbert. Semua ruang tersebut mengakar pada ruang spiritual yang didalamnya mengarah pada adanya Tuhan maka itulah yang menjadi akar sekaligus menjadi bagian dari setiap bagian ruang yang dimiliki oleh ruang Bahasa Inggris.
Sama halnya hasil definisi dari tabel pertama diatas bahwa pada tabel kedua, proses definisi dimulai dari ruang Bahasa Inggris yang berfungsi sebagai yang ada adalah modal, dari modal tersebut dapat diturunkan ke dalam sebuah ruang lagi yang terdiri dari modal + have + V3 yang berfungsi sebagai ruang mengada. Dari ruang mengada tersebut dapat diturunkan lagi pada ruang pengada yang terdiri dari suatu hasil yaitu “will have taken; must have taken; shall have taken; can have taken; may have taken”.
Pada ruang-ruang sebelum adanya ruang yang berfungsi sebagai yang ada tersebut terdapat ruang-ruang lain yang menjadi bagian dari ruang Bahasa Inggris. Ruang-ruang tersebut terletak sebelum ruang ada (modal) dan bergerak ke belakang yang nantinya akan menuju pada akar dari adanya ruang Bahasa Inggris ini. Ruang tersebut ialah ruang ketentuan khusus dari adanya ada yaitu V3 (take à taken), dibelakang ruang ketentuan khusus tersebut terdapat ruang syarat yaitu terdiri dari have. Dibelakang ruang syarat tersebut terdapat ruang dari macam-macam modal yaitu terdiri dari can, must, shall, may, will.  Semakin kebelakang maka semakin banyak ruang yang dapat diproduksi, misalnya saja dapat dilihat dari tabel kedua yang telah saya buat terdapat ruang kegunaan yaitu untuk menyatakan suatu peristiwa atau kejadian yang akan sudah dikerjakan pada waktu lampau dan akan segera selesai pada waktu yang akan datang. Pernyataan kegunaan tersebut merupakan turunan dari ruang jenis yaitu Future Perfect Tense. Ruang jenis tersebut juga merupakan turunan dari ruang grammar yang terdiri dari tense.
Orang awam menyebut semua ruang-ruang yang ada tersebut merupakan keseluruhan atau total. Dalam ruang psikologi juga dikatakan semua atau seluruhnya, juga dalam ruang sosiologi juga disebutkan total atau keseluruhan dari semuanya. Sedangkan dalam ruang budaya disebutkan bahasa, universal, dan juga sistematis. Dalam ruang seni, semua ruang tersebut bisa dikatakan sebagai suatu instrumental atau gamelan. Untuk ruang ontologinya meliputi wadah dan isi yang meliputi antara yang ada dan yang mungkin ada. Selanjutnya untuk ruang epistemologinya terdiri dari konsisten, berpikir kritis, dan spiritual. Pada ruang aksiologi terdapat nilai moral dan dibelakangnya terdapat ruang estetika yang terdiri dari subjektifitas setiap orang. Pada ruang sebelumnya terdiri dari ruang etik yang terdiri dari kepantasan, bahwa sesuatu itu dianggap pantas karena dianggap memiliki estetika sendiri-sendiri menurut pendapat sebagaian orang. Pantasnya suatu modal itu digunakan pada suatu ruang dan waktunya dalam menggunakan modal tersebut.
Ruang filsafat dari modal yang merupakan bagian ruang dari Bahasa Inggris tersebut adalah Analitik Strukturalis, Dialektis, dan Formalis. Untuk ruang ideologi dari modal ialah terdiri dari Dialektisme Analitik, Strukturalisme, dan Formalis. Setiap ideologi yang disebutkan tersebut memiliki tokohnya masing-masing. Untuk dialektisme tokohnya ialah George Wilhelm Friedrich Hegel; tokohnya analitik ialah Ludwig Wittgenstein; untuk struktualisme tokohnya ialah Levi-Strauss; dan untuk tokoh dari formalis ialah David Hilbert. Bagian ruang yang menyebutkan tokoh tersebut bukan berarti bahwa ruang tersebut menjadi ruang terakhir, kesemua ruang tersebut dapat tersusun diperpanjang sampai pangkat yang tak berhingga dan dapat disebut sebagai suatu proses ekstensi.
Semua ruang tersebut mengakar pada ruang spiritual yang didalamnya mengarah pada adanya Tuhan maka itulah yang menjadi akar sekaligus menjadi bagian dari setiap bagian ruang yang dimiliki oleh ruang Bahasa Inggris.
Hasil refleksi diatas tentu akan berbeda-beda apabila dilihat dari setiap latar belakang pendidikan S1 yang dimiliki oleh setiap mahasiswa, karena hasil dari ekstensi tabel yang ditujukan untuk mendefinisikan setiap ruang sebagai usaha menembus ruang dan waktu tersebut juga merupakan bukti bahwa apa yang dipikirkan oleh setiap manusia itu berbeda-beda berdasarkan dari proses filsafatnya .
Maka berdasarkan latar belakang pendidikan S1 saya, berdasarkan apa yang saya pikirkan dalam berfilsafat, refleksi diatas merupakan hasil dari proses berpikir dan berfilsafat tersebut, semoga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan apabila terdapat kesalahan mohon dikoreksi dan saya membuka saran untuk perbaikan hasil refleksi saya ini. Sekian. Terima kasih.

Alhamdullillahirobbil’alamin.
Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.