Minggu, 01 November 2015

FILSAFAT DALAM MEMANDANG BERBAGAI STRUKTUR KEHIDUPAN (Refleksi Pertemuan ke-7)

FILSAFAT DALAM MEMANDANG BERBAGAI STRUKTUR KEHIDUPAN
Minggu, 1 November 2015
Refleksi pertemuan ketujuh (Kamis, 29 Oktober 2015)
Oleh: Vivi Nurvitasari
15701251012

Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Petemuan kuliah Filsafat Ilmu yang dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2015 jam 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Pak Marsigit, Perkuliahan ini diawali dengan tes jawab cepat sebanyak 50 soal lalu dilanjutkan dengan mahasiswa mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh Pak Marsigit.

Sistem pertemuan pada minggu ini sama dengan pertemuan sebelumnya yaitu adanya tes jawab cepat diawal kuliah, tema tes kali ini juga masih sama dengan tema pada pertemuan minggu sebelumnya yaitu tentang “Menembus Ruang dan Waktu”. Tes jawab cepat yang diberikan Pak Marsigit ini sudah ada dalam postingan-postingan Bapak diblog Pak Marsigit. Sehingga untuk bisa menjawab tes ini, mahasiswa diharapkan rajin membaca dan memperbanyak membaca postingan diblog Pak Marsigit.

Pertanyaan pertama dari Sdri. Rizqy Umami :“Bagaimana memahami filsafat karena selama ini saya berusaha membaca dan memahami  isi postingan dari Bapak, namun ketika saya menjawab tes jawab cepat yang Bapak berikan itu selalu kurang sesuai dengan jawaban dari Bapak?”

Jawaban Pak Marsigit dari pertanyaan tersebut adalah: ”Seorang filsuf besar pun jika diminta untuk mencoba menjawab pertanyaan saya dari soal tes jawab cepat ini bisa berkemungkinan mendapatkan nilai nol karena filsafat itu adalah dirimu sendiri, jadi janganlah khawatir. Maka metode berfilsafat adalah metode hidup yaitu terjemah dan terjemahkan. Terjemahkanlah diriku, bukan aksesorisnya tetapi pikirannya dengan cara baca, baca, dan baca, kemudian saya menerjemahkan diri anda dengan cara bertanya, ternyata masih kosong karena belum sepenuhnya membaca. Seseorang, apalagi mahasiswa itu hanya bisanya membaca, berusaha, berikhtiar jangan patah semangat, diteruskan saja. Pertanyaan saya ini fungsinya tidak semata-mata mengetahui pikiran anda, tapi untuk sarana mengadakan dari yang mungkin ada bagi dirimu masing-masing. Setidaknya dari bertanya tadi para mahasiswa sudah mulai ada kesadaran menembus ruang dan waktu, apa maksdunya? Jangankan manusia, tetapi binatang, tumbuhan dan batu pun juga menembus ruang dan waktu, tidak ada batu yang protes ketika kehujanan, kalau hujan protes karena kehujanan pun si batu itu menembus ruang dan waktu dengan metodologi dan ilmu tertentu, tapi diam disitu pun dia dari kehujanan menjadi tidak kehujanan itu sudah menembus ruang, semua benda bisa saya sebut, didepannya adalah waktu, misalkan pada hari Kamis ini kabut asap, pada hari Kamis ini Presiden Jokowi. Silahkan sebut 1 sifat saja dari bermilyar pangkat bermilyar sifat yang tidak dikaitkan dengan waktu yang bisa anda sebut, bahkan yang notabenenya terbebas oleh ruang dan waktu yang ada di pikiran anda, misalnya 2+2=4 itu karena terbebas oleh ruang dan waktu, tapi saya masih bisa mengatakan hari ini bahwa 2+2=4, pada hari Jumat besok juga 2+2=4, itu identitas karena terbebas oleh ruang dan waktu, ketika sudah terikat oleh ruang dan waktu serta merta menjadi kontradiktif, ada sifat-sifatnya dan sifat itu bersifat subordinat menjadi predikat daripada subyeknya.”

Pertanyaan kedua dari Sdri. Fajar:”Bagaimana filsafat memandang pendidikan di Indonesia dan meningkatkan pendidikan di Indonesia?”

Jawaban dari Pak Marsigit Adalah: “Itu tema besar tapi itu bisa anda baca di postingan saya yang sudah ada dan sangat lengkap, tapi esensinya untuk mengetahui praksis pendidikan, alangkah baiknya juga mengetahui latar belakang pendidikan dan landasan pendidikan serta masa depan pendidikan. Itu wadahnya tidak lain dan tidak bukan adalah filsafat pendidikan. Untuk mengetahui filsafat pendidikan maka belajarlah filsafat. Semua terangkum di postingan saya termasuk ada unsur-unsurnya, pilar-pilarnya politik pendidikan dan ideologi pendidikan dan pendidikan konstekstual. Jadi tidak usah jauh-jauh ke Amerika karena di Indonesi pun ada politik pendidikan juga politik pemerintahan.”

Pertanyaan ketiga dari Sdra. Ndaru Asmara: ”Apakah dengan berfilsafat kita bisa berinteraksi atau mungkin berkomunikasi dengan makhluk lain, misalkan saja hewan dan tumbuhan?”

Jawaban dari Pak Marsigit: “Filsafat itu wacana, filsafat itu bahasa, filsafat itu penjelasan, maka ada jarak antara penjelasan dan praksisnya. Bagi seorang filsuf, dia berkeinginan untuk menjelaskan kenapa orang kesurupan, tapi filsuf sendiri tidak bisa kesurupan, sedangkan yang kesurupan tidak menyadarinya, jangan kemudian filsuf juga harus ikut-ikutan kesurupan, nanti siapa yang mau menjelaskan tentang alasan mengapa orang kesurupan tersebut, karena filsafat itu olah pikir, dari semua pikiran-pikiran yang ada itu kemudian dipakai untuk menjelaskan fenomena, termasuk fenomena gaib secara filsafat naik spiritual, turun menjadi psikologi, filsafat itu lengkap ada spiritualnya juga ada psikologinya. Orang awam menyebutnya ilham, spiritual petunjuk dari Tuhan, kalau seseorang mendapatkan pencerahan tidak mengerti sebabnya dia memperoleh pencerahan tersebut, secara filsafat begitu saja, itu namanya ilham. Dan ternyata kalau kita mau meneliti setiap yang ada dan yang mungkin ada, setiap waktu saya selalu mendapatkan ilham, saya bisa menjawab pertanyaanmu karena saya mendapatkan ilham, jangan kemudian memitoskan ilham, semua pencerahan yang ada ini adalah ilham. Apakah anda bisa menjelaskan proses trjadinya ketika anda bisa menjawab dengan menggunakan yang ada didalam pikiranmu? Seberapa jauh anda bisa, dan tidak akan bisa sempurna, pada akhirnya itu adalah ilham juga.  Wahyu itu juga ilmu, makanya orang jaman dahulu dipersonifikasikan wahyu itu sebagai benda hidup, karena apa? Karena audiensnya itu  tradisional sekali maka ketika sang arjuna (Pak Marsigit) mencari wahyu itu pergi ke hutan ke tempat yang sepi artinya itu engkau dikamar (untuk jaman sekarang) lalu membaca elegi saya, itu sama saja ketika jaman dulu arjuna masuk ke hutan mencari wahyu atau menyepi, merenung, memahami, disitulah anda akan mendapatkan wahyu yang banyak sekali, pengetahuan yang mungkin ada menjadi ada. Persis sama dengan yang dilakukan arjuna itu tadi, yang mungkin ada menjadi ada, wahyunya berupa manusia setengah dewa bisa berdialog dengan arjuna sehingga akan menjadi 1 dengan diri arjuna. Apa yang menjadi 1 dengan dirimu? Spiritualnya formal adalah spiritual, spiritualnya material adalah spiritual, itu yang telah menjadi 1 dengan dirimu, jadi anda tadi sudah mendapatkan banyak sekali wahyu ketika menjawab pertanyaan dari saya, tapi engkau tidak menyadarinya. Berfilsafat itu adalah menyadari kalau saya belum tahu, menyadari mengetahui ketidaktahuanku, menyadari kapan saya mulai mengetahui, menyadari batas antara tahu dan tidak tahu. Maka benda-benda gaib dsb itu diterangkan naik spiritual filsafat transenden, turun psikologi. Transendennya filsafat adalah noumena. Noumena itu diliuar dari fenomena, yang dipegang yang dilihat semua yang difikirkan yang didengar itu semua fenomena, maka ruh dan arwah dianggap noemena, seberapakah orang itu tahu bisa dengan berbagai macam metode  memakai logika, memakai pengalaman, memakai teori ke spiritual berbagai macam cara untuk berusaha mengetahui apa yang disebut dengan arwah. Maka ada batasannya, batas-batas tertentu, maka bagi pikiran saya yang namanya setan itu potensi negatif, malaikat potensi positif. Di dalam dirimu ada potensi negatif ada potensi positif, neraka itu potensi negatif, surga itu potensi positif oleh karena itu raihlah surga ketika engkau masih didunia tapi bukan berarti surga dunia. Maka  orang-orang yang sudah masuk surga secara psikologi itu kelihatan, secara hukum juga kelihatan, jelas para koruptor itu tidak masuk surga secara hukum, jelas dia orang-orang yang masuk neraka secara hukum, secara spiritual lain lagi, itulah pikran kita berdimensi, yang dilihat pun berdimensi, maka bagi anak kecil pohon itu ada hantunya, padahal kata kakak saya itu hanya supaya anak kecil takut dan tidak merusak tanaman, jadi bagi orang dewasa itu hanya sebatas menakut-nakuti si anak kecil, itulah bedanya. Berbicara dengan hewan (pus-pus, meong), akrab dengan kucing, apa definisi bicara, itu saya sudah mengetahui bahasa kucing. Komunikasi dengan tumbuhan (aduh kamu tumbuhan sudah mulai layu maka aku siram), jadi elegi kalau diteruskan elegi tumbuhan membutuhkan air, dialog antara tumbuhan dengan yang menanamnya tadi itu munculnya elegi itu seperti itu. Sehingga apabila spiritual, saya pernah mengalami pengalaman spiritual selama 10 hari tinggal dimasjid belajar bersama sufi, menertibkan tata cara berdoa beribadah, dsb. Ketika intensif berdoa disitu, alamnya seperti itu, saya pun rasanya enggan pulang, ingin saja berdoa terus, dan ketika itu sensitifitas rohani atau hati saya itu sangat tinggi sehingga kemampuan-kemampuan metafisik itu muncul jangankan dengan apa yang dikatakan atau berdialog dengan itu, misalkan seseorang yang makan bakmi di pinggir jalan yang bakminya tidak didoakan ketika dibuat, dan orang yang memakannya tidak berdoa sebelum makan bakmi tsb, saya melihatnya seperti orang memakan cacing, itu ketika diriku sedang memiliki spiritual yang sangat tinggi.”

Pertanyaan keempat dari Sdra. Suhariyono:”Bagaimana beragama dari sisi filsafat?”

Jawaban dari Pak Marsigit: “Itu pertanyaan sudah selalu saya katakan bahwa beragama dari sisi filsafat ialah tetapkanlah dulu agamamu, tetapkanlah dulu keyakinanmu, tetapkanlah dulu hatimu, yakin dulu baru mulai menerbangkan layang-layang pikiran, sebab jika layang-layang pikiran itu kita terbangkan jauh tetapi kita ini belum mempunyai patokan agama, nantinya akan lepas talinya , maka akan terbang kemana-mana, maka jatuhlah ke negeri majusi, ke negeri kufar (sangat kafir), dst. Maka pikiran itu sehebat-hebatnya manusia berpikir setengah dewa tidak akan mungkin dia bisa menuntaskan perasaannya. Sering sekali anda itu merasakan sesuatu yang anda tidak mampu memikirkannya, perasaan setiap saat anda itu merasakan, mulai merasakan dari sedih negatif 1000, sampai sedih positif 1000 jadi gembira, gembira negatif jadi sedih, itu baru perasaan gembira dan sedih, belum jika perasaan sayang, cinta, empati, dst. Maka pikiran itu bisanya hanya mensupport spiritualisme, berfilsafat versi saya ini adalah silahkan pikiranmu digunakan untuk memperkokoh dan memperkuat iman anda masing-masing. Saling mengingatkan sesuai dengan agamanya masing-masing. Jadi di kitab suci itu disebutkan juga betapa pentingnya orang cerdas dan orang yang berpikir daripada orang yang tidak cerdas, karena orang yang tidak cerdas itu pun menjadi sumber godaan setan. Godaan setan itu bermacam-macam, jadi fitnah, jadi mengatakan yang tidak baik, dst.”

Pertanyaan kelima dari Sdri. Ma’alifa Alina: ”Bagaiman filsafat menjelaskan ketetapan Tuhan, seperti teologi, fiqih dan konsekuensinya seperti apa?”

Jawaban dari Pak Marsigit adalah: “Kalau menurut saya, spiritual akan kembali pada diri masing-masing, karena spiritual itu urusan dirimu dengan Tuhan (habluminallah), dan juga ada tuntunan antara urusanmu dengan orang lain namanya habluminannas. Kalau saya daripada artinya sesuatu yang sangat diluar kemampuan saya secara alami mengalir, lihat diriku, diri orangtuaku, lihat diri keluargaku, lihat diri pikiranku, lihat diri pengalamanku, begitu saja bagi saya, mengalir saja. Tengoklah komunitasmu, tengoklah keluargamu, tengoklah pengalamanmu, seperti apa spiritual itu selama ini? Maka hidup yang baik adalah masa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang. Spiritual itu adalah tugas kita sebagai manusia untuk berikhtiar mengetahui mana-mana saja yang soheh, dan yang kurang soheh, dst. Manusia itu terbatas, oleh karenanya bertindaklah sesuai dengan ruang dan waktunya. Misalnya adanya teknologi untuk menentukan tangaal 1 syawal, karena saya tidak bisa ya maka saya hanya bisa mengikuti aturan dari pemerintah saja, ketetapan pemerintah. Jadi segala macam spiritualitas bersifat postulat, postulat adalah yang kemudian menjadi model diterapkan didunia, manusia juga membuat postulat-postulat, maka subyek menentukan postulatnya bagi obyeknya. Engkau juga membuat postulat, membuat peraturan pada adik anda. Jadi seperti itu struktur per struktur, dirimu yang memahami struktur juga berstruktur, struktur dirimu itu ternyata dinamik yang sedang menembus ruang dan waktu.”

Pertanyaan selanjutnya dari Sdra. Bayuk Nusantara: “Bagaimana filsafat memandang adanya benar dan salah?”

Jawaban Pak Marsigit adalah: “Sudah berkali-kali saya katakan,  jadi itu maksudnya karena pikiran manusia. Yang benar itu adalah sesuai dengan ruang dan wktu atau tidak.”

Pertanyaan terakhir dari Sdri. Tyas Kartiko: ”Jadi sebenarnya filsafat itu kompleks atau sederhana?”

Jawaban Pak Marsigit adalah: “Ya kompleks ya sederhana, tapi bukan jawaban saya yang seperti ini yang merupakan filsafat. Filsafatnya adalah penjelasanku kenapa saya menjawab kompleks, dan penjelasanku kenapa saya menjawab sederhana, itulah filsafat. Engkau pun bisa menerangkan, itulah filsafatmu, filsafat itu sederhana sekali hanya olah pikir, berpikir reflektif. Anda mengerti bahwa anda sedang berpikir, itu filsafat, jadi sederhana sekali. Kalau ingin ditambahkan boleh pilarnya ada 3 Ontologi, Epistemologi, Aksiologi. Kompleks karena intensif, dalam sedalamnya bersifat radik, maka ada istilah radikalisme, ekstensif yaitu luas seluas-luasnya, melipiuti dunia dan akhirat. Yang masih bisa engkau jangkau melalui pikiranmu, setelah engkau tidak mampu memikirkannya ya sudah, gunakan alat yang lain yaitu spiritualitas. Dalam rangka menggapai kebenaran itu, Francis Baken namanya, terkenal dengan kata-kata ‘knowledge is power’, pengetahuanmu itu adalah kekuatanmu. Ada beberapa kendala seseorang itu mencapai kebenaran. Kendala pasar, misalnya di facebook orang bicara begini begitu, jadi kalau begini kesimpulannya begitu, juga kalau begitu kesimpulannya begini, dsb.  Kendala panggung, artis misalnya Syahrini mengatakan begitu, jadi ini itu begitu menurut Syahrini seorang artis terkenal. Pak marsigit berkata spiritualnya formal adalah spiritual, sampai akhir kuliah, sampai engkau meninggalkan dunia akan tetap seperti itu, itu berarti engkau  termakan atau terpengaruh oleh mitos-mitosnya pak Marsigit. Itu harus engkau cerna dan telaah, itulah mengapa saya heran kenapa tidak ada mahasiswa yang bertanya tentang pertanyaan soal tes saya tadi, berarti sudah ada kecenderungan  engkau itu terhipnotis oleh pernyataan saya dan itu menjadi kebenaran final bagi dirimu, padahal itu bukan kehendak daripada berfilsafat ini. Engkau harus membuat anti thesisnya. Namanya orang menguji itu suka-suka, engkau bisa saja menguji saya supaya nilai saya mendapat nol. Nilai nol itu bukan berarti salah tapi itu membuktikan bahwa setiap dari dirimu itu mempunyai filsafatnya masing-masing, karena filsafat dari perkuliahan ini adalah untuk mengajarkan agar kita tidak sombong dengan mendapatkan nilai nol dari setiap tes, agar kita selalu rendah hati. Tetapi kalau itu kesimpulannya berarti engkau sudah berhenti berpikir, tetapi filsafat itu terus menerus memikirkannya, maka bacalah pertengkaran antara orang tua berambut putih karena itu proses mendapatkan ilmu. Jangan hanya membaca elegi Pak Marsigit di dalam mimpi, mimpi itu diukur konsistensinya jadi tidak koheren, tapi mimpi itu sebagian dari pengalaman tapi tidak sepenuhnya jadi tidak korespondensi. Jadi mimpi itu bukan persepsi bisa diterangkan dengan teori berpikir, tapi akan lain jika diterangkan oleh seorang paranormal.”

Alhamdulillahirrobil’alamin

Wasssalmu’alaikum, Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar