Senin, 28 September 2015

(Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Pertemuan 1 dan 2) "BERFILSAFAT TENTANG HAL YANG ADA DAN YANG MUNGKIN ADA"

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu S2 PEP Pertemuan 1 dan 2
Dosen              : Prof. Dr. Marsigit, MA
Hari/tanggal   : Kamis, 10 dan 17 September 2015
Pukul              : 07.30 - 09.10 WIB
Judul              : "BERFILSAFAT TENTANG HAL YANG ADA DAN YANG MUNGKIN ADA"

Nama              : Vivi Nurvitasari
NIM                : 15701251012
PRODI           : PEP B S2 UNY

PERTEMUAN 1
Belajar filsafat berarti juga belajar untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Tuhan berikan pada kita. Bersyukur atas nama yang telah diberikan oleh orang tua kepada kita karena nama itulah yang menjadi doa bagi kita. Karenanya, berfilsafat dapat dipelajari dengan mengartikan arti nama kita sendiri yang didalamnya mengandung makna atau arti yang menjadi doa.

Objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada, segala sesuatu yang ada dapat dipelajari oleh filsafat dan yang mungkin akan ada pun juga mampu dipelajari melalui filsafat. Metode dalam berfilsafat ialah metode membangun hidup (Hermenetika). Dalam berfilsafat, kita secara bersamaan membangun kehidupan yang lebih baik karena berfilsafat mampu membuat kita merasa rendah hati dan senantiasa bersyukur. Rendah hati karena ketika kita berfilsafat kita merasa tak mengetahui apapun seperti ajaran Socrates (“aku tak mampu mengetahui apapun”). Alat dalam berfilsafat ialah menggunakan bahasa analog, yang mungkin bagi mereka yang baru saja mengenal apa itu filsafat akan dibuat bingung dengan bahasa yang digunakannaya, namun semakin kita bingung maka itulah bukti bahwa kita benar-benar sedang belajar tentang filsafat.

PERTEMUAN 2
Filsafat ialah pola pikir, segala yang ada di dalam pikiran dan segala yang sedang dipikirkan serta bagaimana pikiran kita memikirkan hal yang ada didalam pikiran kita, itulah yang kita sebut filsafat. Karena kita telah diberi pikiran yang sangat cerdas sehingga kita bisa memikirkan apapun yang kita lihat, kita rasakan dan kita dengarkan patutlah kita selalu mengucapkan syukur yang tak pernah putus pada Sang Pencipta. Pikiran yang diberikan Tuhan kepada kita merupakan nikmat yang tak terhitung ditambah dengan nikmat hidup lainnya yang jumlahnya tak berhingga dipangkatkan tak berhingga dan dipangkatkan tak berhingga, itu semua merupakan nikmat Tuhan yang sangat wajib kita syukuri dan juga kita jaga serta manfaatkan sebaik mungkin.

Segala yang ada di dunia merupakan thesis dan anti thesis yang akan berinteraksi menjadi suatu sinthesis. Kita sebagai manusia adalah merupakan sebuah thesis yang tidak akan menjadi suatu sinthesis tanpa adanya anti thesis, maka dari itu kita sebagai anti thesis selalu berinteraksi dengan thesis (buku, lingkungan, motor) agar kita dapat mendapatkan sinthesis. Setiap yang didengar, dilihat, dirasakan dan yang dipikirkan merupakan thesis yang akan menjadi sebuah sinthesis apabila thesis tersebut berinteraksi dengan manusia sebagai anti thesisnya.  Setelah adanya interaksi antara thesis dan anti thesis lahirlah suatu ilmu, namun jika hanya ada thesis tanpa anti thesis hanya akan menjadi sebuah pengetahuan. Contohnya manusia adalah thesis lalu diberi sebuah buku sebagai anti thesis untuk dibaca, maka dari interaksi manusia dan buku tersebut menjadi sebuah sinthesis. Semua hal yang ada di dalam dunia maupun yang mungkin ada di dunia merupakan thesis maka perlu dicari anti thesisnya agar menjadi sebuah sinthesis. Terciptanya sinthesis merupakan bukti dari hidupnya manusia itu sendiri.
Pengetahuan merupakan hasil dari interaksi antara logika dan pengalaman. Sehingga dalam berfilsafat membutuhkan penerapan logika dan membutuhkan cara kita dalam memandang dan menyikapi suatu pengalaman. Apabila manusia hanya menggunakan logikanya tanpa disertai dengan adanya pengalaman hidup maka sama saja kehidupan orang tersebut hanya selalu berpikir tanpa melakukan tindakan apapun sehingga tidak memiliki pengalaman. Sebaliknya apabila manusia hanya selalu bertindak tanpa menggunakan logikanya maka manusia hanya akan mendapatkan sebuah pengalaman tanpa bisa menceritakan pengalamannya kepada orang lain karena manusia tersebut tidak menginteraksikan pengalaman yang ia miliki dengan suatu logika.
Filsafat merupakan ilmu yang sangat luas dan menyeluruh, karena dengan berfilsafat kita mampu mendefinisikan kehidupan dari yang ada atau nyata sampai yang mungkin ada atau masih dalam suatu proses menjadi ada. Kita mampu menyebutkan, mendefinisikan serta menjelaskan apapun yang ada dalam pikiran kita maupun apapun yang sedang kita pikirkan tetapi penjelasan kita tersebut tidak akan pernah mampu untuk menggambarkan apa yang ada dan sedang kita pikirkan. Kita hanya mampu berusaha untuk menjelskan tanpa benar-benar mampu untuk menjelaskan secara menyeluruh.
Dalam berfilsafat haruslah dibatasi dengan sebuah spiritualitas. Tanpa adanya batasan tersebut dalam berfilsafat maka manusia akan jatuh dan tak terkontrol. Sebagai manusia, kita mampu menyebutkan sesuatu yang ada dengan kalimat dan kata yang tak terhingga dipangkatkan tak terhingga, apalagi dalam menyebutkan atau menjelaskan tentang diri kita sendiri menyangkup sifat dan ciri-ciri kita, tak akan mampu kita untuk menjelaskannya. Oleh karenanya manusia itu sangatlah lemah dan tak sempurna, tapi manusia hanya mampu untuk berusaha untuk menuju kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Manusia tidak akan hidup dengan memiliki suatu kesempurnaan, sehingga manusia sekarang dapat hidup karena memiliki ketidaksempurnaan. Sebagai contoh apabila manusia diberi suatu penglihatan yang sempurna maka manusia akan dapat melihat segala sesuatu yang ada dan yang tidak ada, manusia tidak akan mampu menerima kesempurnaan penglihatan tersebut. Manusia juga tak mampu memiliki satu sifat yang sempurna karena sifat manusia itu tak berhingga pangkat tak berhingga dan sehingga manusia tidak mampu menyebutkan sifatnya sendiri dan juga tentang dirinya sendiri.
Dalam berpikir, ada 2 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu prinsip identitas dan prinsip kontradiksi. Kacaunya pikiran manusia jangan sampai menjalar menjadi kekacauan hati karena hati yang kacau merupakan tanda adanya setan didalamnya. Sekarang ini banyak setan yang berwajah manusia, contohnya koruptor. Rasa malas yang sering menghinggapi manusia itu juga termasuk pengaruh setan. Filsafat yang dipahami dan didapatkan setiap manusia itu berbeda-beda tergantung dari apa yang telah dibaca dan dipelajarinya. Belajar yang paling baik dan efektif adalah belajar yang disesuaikan dengan kodrat yang dimiliki manusia yang telah diberikan oleh Tuhan.
Setiap makhluk hidup memiliki metode hidupnya masing-masing yaitu metode membangun kehidupan yang didalamnya terdapat interaksi antara satu dengan yang lainnya dan sebaliknya, contohnya interaksi antara pikiran dan pengalaman; akhirat dan dunia. Hasil dari interaksi tersebut jadilah suatu sinthesis. Hidup tidak selalu menyangkut tentang sesuatu yang nyata tetapi juga meliputi dalam hal yang abstrak. Filsafat juga memiliki suatu metode yaitu metode hidup, metodenya tidak eksplisit semata-mata hanya belajar filsafat, karena kita tak mampu berfilsafat tanpa adanya membaca oleh karenanya dalam belajar filsafat harus banyak membaca.
Sebagai manusia, kita tak mampu menunjuk diri kita sendiri, karena kita sendiri tak mampu mengetahui yang manakah diri kita itu, apakah kepalanya saja, hatinya saja, tangannya saja? Semua itu merupakan bagian dari diri kita tapi kita tetap saja tak mampu menunjuk ke diri kita itu sendiri. Ada kecenderungan bahwa diri kita itu ada di dalam pikiran kita sendiri. Adanya eksistensi sesuatu hal tidak hanya di dalam pikiran kita tetapi juga ada dalam hati dan daftar suatu nama yang nama kita tercantum didalamnya. Terkecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidur atau pingsan maka manusia tak mampu berpikir serta berfilsafat.
Menurut Plato, semua yang ada yang mampu dilihat, didengar, dan dirasa itu merupakan contoh, karena yang sebenar-benarnya hanya ada di dalam pikiran. Hal tersebut oleh Plato disebut Idealisme. Namun menurut Aristoteles, sesuatu yang ada namun tidak terlihat, tidak dapat didengar dan dirasa merupakan termasuk dalam hal yang tidak ada walaupun sebenarnya ada hanya saja tidak nampak oleh mata. Sehingga ajaran Aristoteles ini sangat cocok diterapkan pada kegiatan anak-anak namun bagi orang dewasa sesuai sebagai sebuah ilmu. Didalam pikiran dan ide orang dewasa adanya pikiran tentang dewa-dewa yang mengalami kehidupan seperti manusia, menikah, berperang, dan berinteraksi. Hal tersebut menjadi sebuah aksioma di dalam dunia. Seseorang yang ingin membangun sebuah rumah haruslah dipikirkan dahulu lalu melakukannya agar hasilnya baik. Sesuatu yang dipikirkan sebelum membangun rumah itulah yang disebut aksioma, yang merupakan ketentuan-ketentuan dan dalil-dalil yang ada didalam pikiran merupakan sebuah spiritualitas. Contohnya aksioma dalam kehidupan ialah “kalau makan jangan di depan pintu”, itu merupakan aksioma atau aturan dari Bapak atau orang tua yang jikalau dilanggar maka Bapak atau orang tua akan marah. Seperti halnya aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang ada didalam Kitab Suci Al-Qur’an yang apabila kita melanggarnya maka Allah akan marah kepada kita.
Contoh yang disebutkan oleh ajaran Plato tersebut semakin kebawah contohnya akan semakin banyak, misalnya ibu saya pernah ke pasar, yang pernah ada di rumah, yang pernah ada di kantor, dan yang pernah ada di jalan itu adalah contoh dari ibu saya. Namun yang sebenar-benarnya ibu saya hanyalah ada di dalam hati dan pikiran saya. Sesuatu hal yang semakin turun kebawah dan semakin turun ke bumi maka hal tersebut akan menjadi plural dan berbeda-beda. Semakin naik hal tersebut maka semakin bersifat tunggal karena semakin mendekati kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia itu pada dasarnya sama dengan sebuah batu, sama dengan sebuah tanaman, dan juga sama dengan sebuah gajah karena segala sesuatu apabila telah sampai pada puncaknya yaiut Kuasa Tuhan maka semua hal tersebut akan terlihat sama tidak ada yang berbeda. Tuhan merupakan prima klausa yakni sebab pertama dan sebab yang utama akan adanya segala sesuatu di dunia ini karena itulah Tuhan Maha Esa.
Saya tidak bisa menyimpulkan ibu sya itu yang seperti apa, karena ibu saya memiliki berbagai macam contoh, contoh ibu saya sekarang memakai baju bewarna putih, contoh ibu saya kemarin memakai baju batik, menurut Plato, pendekatan semacam itu disebut pendekatan Idealis atau sekedar contoh adalah yang terlihat itu saja, tapi yang sebenarnya hanya ada didalam pikiran dan hati. Persoalan filsafat ada 2, yaitu: kalau yang engkau pikirkan ada di dalam pikiranmu maka persoalannya adalah bagaimana engkau mampu menjelaskan kepda orang lain tentang apa yang ada di dalam pikiranmu, karena 1 triliun kata dipangkatkan 1 triliun kata tidak akan cukup untuk menyebutkan ciri-ciri maupun sifat-sifat yang ada di dalam pikiran kita tersebut, kita hanya berusaha menjelaskan karena sebenar-benarnya berfilsafat ialah berusaha menjelaskan tapi tidak akan pernah mampu untuk menjelaskan. Oleh sebab itu orang yang berfilsafat akan merasa rendah hati karena mereka merasa tidak mampu menjelaskan dan mengetahui apapun, itulah pelajaran yang didapatkan dari Socrates bahwa “aku tak mampu mengetahui apapun”. Jika sesuatu hal yang engkau pikirkan ada diluar pikiranmu, maka bagaimana engkau bisa menjelaskan hal tersebut?
Obyek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Sesuatu yang ada itu berjumlah milyaran tapi tidak dapat disebutkan dan dijelaskan, kita mungkin hanya mampu menyebutkan wadahnya saja, wadah itu yang selanjutnya berisi, isinya tersebut memiliki isi dan isi itu juga nantinya memiliki wadahnya sendiri. Contohnya: Saya memiliki hobi, maka “hobi” itulah wadahnya dan rincian dari berbagai macam hobi tersebut merupakan isinya. Hal tersebut merupakan hubungan subyekdan predikat, yakni bahwa rambut bewarna hitam, hal tersebut merupakan hukum berpikir kedua oleh Immanuel Kant (prinsip identitas dan kontradiksi) bahwa rambut bewarna hitam yang kontradiksinya bahwa sampai kiamat rambut akan tetap bewarna hitam namun warna hitam bukan berarti rambut. Jadi hidup selalu ada kontradiksi, dalam matematika, kontradiksi berarti tidak logis, namun dalam filsafat, kontradiksi ialah sebenar-benarnya hidup karena setiapmanusia tidak akan pernah sama dengan namanya masing-masing.
Terjadinya sesuatu yang mungkin ada menjadi ada contohnya lahirnya seorang bayi didunia yang sebelumnya sewaktu di dalam kandungan bayi tersebut dimungkinkan ada, setelah bayi terlahir maka bayi tersebut telah menjadi ada. Dalam terjadinya sesuatu yang tidak mungkin ada menjadi ada terdapat sebuah revolusi besar-besaran karena adanya perubahan status dari yang mungkin ada menjadi ada. Perubahan status tersebut juga disertai campur tangan Allah yang menghendaki adanya hal yang tadinya mungkin ada menjadi ada.
Proses belajar filsafat sangatlah tidak terasa karena tanpa disadari kita sudah merasa cerdas karena banyak membaca. Sebenar-benarnya belajar filsafat adalah dengan banyaknya membaca. Sesuatu yang mungkin ada adalah sesuatu yang bisa diketahui dengan belajar dan banyak membaca. Dalam proses belajar janganlah praktis mengikuti sebuah pragmatisme hanya sekedar mengejar nilai. Pada dasarnya belajar dalam pandangan filsafat adalah sebenar-benarnya belajar dengan mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada.  Belajar membutuhkan ruang gerak untuk beraktivitas membangun filsafat masing-masing. Ilmu mengajarkan kehidupan melalui kematian. Dalam berfilsafat yang terpenting adalah olah pikir yang nantinya akan mampu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan dan dimiliki  dari nikmat yang nampak maupun yang tidak nampak sekalipun.