Minggu, 20 Desember 2015

Tugas Refleksi (diambil dari beberapa soal tes jawab singkat kuliah Filsafat Ilmu)
Oleh: Vivi Nurvitasari/ 15701251012
Prodi: PEP B S2

AWALNYA AKHIR, AKHIRNYA AWAL
Setiap yang ada didunia ini pasti berawal dari yang mungkin ada dan berakhir pada yang ada. Berawalnya dari yang mungkin ada tersebut bisa sekaligus menjadi akhir dari yang mungkin ada tersebut. Sedangkan yang berakhir pada yang ada tersebut bisa menjadi awal dari yang ada juga. Jadi, apa yang ada didunia ini tersebut haruslah diawali dan juga diakhiri. Bisa juga awal tersebut sekaligus akhir dan akhir tersebut sekaligus awal. Karena semua yang ada didunia ini saling berhubungan, sehingga awal dari suatu hal dapat menjadi akhir dari hal yang lain, dan akhir dari hal yang lain tersebut dapat menjadi awal dari suatu yang lainnya lagi.
Awalnya akhir bisa saja diumpamakan seperti halnya ketika terjadinya kiamat. Kiamat merupakan akhir dari kehidupan yang ada didunia ini namun sekaligus menjadi suatu awal dari kehidupan diakhirat. Sehingga kiamat bisa disebut sebagai awalnya akhir karena kiamat merupakan awal dari kehidupan diakhirat dari akhirnya kehidupan didunia.
Dalam kehidupan sehari-hari bisa dicontohnya seperti halnya ketika dalam 1 semester perkuliaahan telah berakhir maka dari berakhirnya 1 semester perkuliahan tersebut akan terjadi awal dari suatu semester perkuliahan yang baru. Sehingga bisa disebut awalnya dari akhir karena dalam sesuatu yang berakhir pasti mengawali sesuatu yang lainnya.
Akhirnya awal dapat diumpamakan seperti halnya ketika kita menyelesaikan makan maka itu merupakan akhir dari aktivitas makan dan juga akhir dari rasa lapar kita namun juga merupakan awal dari rasa kenyang kita. Jadi antara awalnya akhir dan akhirnya awal itu memiliki suatu kontradiksi karena terkadang akhir dari suatu hal itu tanpa disadari secara tidak langsung sekaligus menjadi awal dari suatu hal tersebut.
SIANGNYA MALAM
Dalam suatu hari ada siang dan ada malam. Siang dan malam tersebut bersifat kontradiksi, dimana siang itu cerah dan ketika malah itu gelap. Dimana siang itu waktunya orang beraktivitas dan malam waktunya orang untuk beraktivitas. Namun, yang dimaksud siangnya malam bukan dilihat dari hal tersebut, yang dimaksud siangnya malam ialah ketika seseorang menggunakan waktu malamnya untuk beraktivitas seperti belajar dan beribadah. Beraktivitas tidak hanya dilakukan disiang hari namun dapat juga dilakukan ketika malam hari, karena manusia itu hidup hakekatnya untuk selalu beribadah maka entah itu siang atau pun malam manusia itu harus dalam kondisi berusaha.
Dikala malam manusia beristirahat atau tidur pun maka manusia itu tetap dalam keadaan beribadah yaitu berdoa kepada Allah, seperti halnya yang dilakukan sufi. Maka setiap kehidupan itu selalu dibarengi dengan ibadah dan doa, serta usaha. Tak peduli malam ataupun siang.
Namun, alangkah lebih produktif hidup seseorang apabila waktu malamnya ia gunakan untuk berdoa, beribadah dan juga beraktivitas layaknya apa yang dia lakukan disiang hari. Hal tersebut untuk menambah usaha dan doa kita, maka hal tersebutlah yang kita sebut dengan siangnya malam.

Minggu, 13 Desember 2015

REFLEKSI
HAKEKAT MENGAJAR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Prof. Marsigit, M.A.






VIVI NURVITASARI
NIM. 15701251012
S2 PEP B




PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

Pendahuluan
Kata mengajar yang dalam istilah Bahasa Inggris disebut dengan “teaching” yang  marupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang sering dipahami sebagai kegiatan yang bertujuan untuk transfer of knowledge dan transfer of value. Namun mengajar merupakan proses yang komplek, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada siswa. Karena itu banyak terdapat aneka ragam pengertian mengajar, antara lain; menurut M. Ali mengartikan, ”mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang dirumuskan”.
Kegiatan mengajar juga merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti apa yang tercantum dalam teks pembukaan UUD 1945. Atas dasar tersebutlah negara Indonesia berusaha keras dalam meningkatkan dan memperbaiki kegiatan mengajar yang masih cenderung kurang maksimal. Kegiatan mengajar sangatlah mempengaruhi kualitas SDM yang nantinya akan menjadi generasi yang dapat membangun suatu bangsa menuju ke arah yang lebih maju dan berkembang lagi.
Pentingnya kegiatan mengajar tersebutlah menyadarkan para guru untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitasnya dalam melakukan kegiatan mengajar. Guru dituntut untuk selalu kritis dalam menghadapi perkembangan dunia agar dapat memberikan solusi bagaimana mempersiapkan peserta didik yang nantinya dapat siap untuk menghadapi perkembangan dunia dimasa yang akan datang. Kegiatan mengajar perlu untuk mengetahui beberapa kebutuhan dan keinginan siswa, sehingga dalam melakukan kegiatan mengajar, guru tidak hanya fokus pada pelaksanaan atau prakteknya saja namun guru juga harus memperhatikan apakah cara mengajar guru tersebut sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa dan dapat digunakan sebagai cara untuk mencapai tujuan dari kegiatan mengajar itu sendiri.
Oleh karena hal tersebut, timbul suatu permasalahan yang kompleks dalam kegiatan mengajar, yaitu teori mengajar yang seperti apakah yang dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien sehingga akan dapat membantu guru mencapai tujuannya dalam mengajar. Dalam artikel ini akan dibahas tentang beberapa teori mengajar yang meliputi: mentransfer pengetahuan, memotivasi secara eksternal, memotivasi secara internal, mengkonstruksi pengetahuan, berdiskusi, menginvestigasi, mengembangkan, memberikan penjelasan. Semua teori mengajar tersebut akan disertai dengan contoh penerapan dalam kegiatan mengajar Bahasa Inggris.
1.      Teori transfer pengetahuan
Mengajar adalah transfer pengetahuan (transfer of knowledge). Mengajar berarti membagi atau menyampaikan ilmu pengetahuan atau keterampilan dan lain sebagainya kepada orang lain, dengan menggunakan cara-cara tertentu sehingga ilmu-ilmu tersebut bisa menjadi milik orang lain. Dari pengertian diatas dapat diuraikan bahwa mengajar merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk membagi atau memberikan pengetahuan yang telah dimiliki kepada orang lain yaitu peserta didik. Dalam penyampaian ilmu pengetahuan tersebut, guru dapat menggunakan berbagai cara, media, aktivitas, strategi, metode pembelajaran dan pengajaran yang dapat secara efektif mendukung penyampaian ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada siswa.
Dalam contoh penerapan mengajar Bahasa Inggris, guru dapat menjelaskan materi tentang Grammar dengan cara metode ceramah yang disertai dengan contoh-contoh penggunaan rumus Grammar Bahasa Inggris dalam kalimat.
2.      Teori Motivasi Eksternal
Motivasi eksternal adalah motivasi yang berasal dari luar diri yang bersifat sementara. Motivasi yang berasal dari luar tersebutlah yang merupakan motivasi yang siswa dapatkan dari guru. Dalam hal ini, guru dituntut untuk dapat memberikan motivasi yang bersifat positif bagi siswa sehingga siswa dapat termotivasi untuk memperbaiki dan juga meningkatkan prestasinya. Adanya motivasi dari guru tersebut dapat membuktikan bahwa perlunya dan pentingnya suatu interaksi yang positif antara guru dengan siswa yang saling memberikan pengaruh positif dalam hal pembelajaran dan pengajaran. Dari penjelasan diatas, didapatkan contoh dalam penerapan mengajar Bahasa Inggris bahwa guru dapat memberikan suatu pujian positif kepada siswa yang dapat mengerjakan tugas Bahasa Inggris dengan baik. Hal tersebut ditujukan agar siswa yang lain dapat termotivasi untuk lebih giat dalam belajar sehingga siswa yang lain juga mampu untuk mendapatkan nilai tugas yang baik seperti apa yang didapatkan siswa tersebut.
3.      Teori Motivasi Internal
Motivasi internal merupakan motivasi yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Bagaimana seorang individu tersebut dapat mendorong dirinya sendiri untuk bertindak dalam hal yang positif sehingga akan membantu meningkatkan keproduktifan individu tersebut. Dalam hal tersebut peran siswa itu sendiri sangat berperan aktif, namun lingkungan sekitar dan orang-orang sekitar juga ikut andil dalam hal menumbuhkan motivasi internal tersebut. Karena apabila lingkungan dapat mendukung dengan baik, maka dari dalam individu tersebut juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendukung siswa dalam belajar.
Penerapan teori pemberian motivasi internal tersebut sangat dipengaruhi dengan adanya pemeberian motivasi secara eksternal oleh guru kepada siswa. Dalam penerapan teori motivasi eksternal sebelumnya, guru memberikan motivasi eksternal pada siswa dengan memberikan pujian pada seorang siswa yang mendapatkan nilai bagus, pujian itu sebenarnya tidak hanya ditujukan pada siswa tersebut namun juga secara tidak langsung ditujukan pada semua siswa agar siswa lainnya termotivasi seperti siswa yang telah mendapatkan nilai bagus tersebut. Jadi antara motivasi eksternal dan internal sangat berpengaruh satu sama lain, adanya motivasi eksternal dari guru, orang tua, dan lingkungan sekitar akan mendukung munculnya motivasi internal dari dalam diri siswa.
4.      Teori Konstruksi Pengetahuan
Konstruksi pengetahuan merupakan cara seorang individu secara mandiri mendapatkan ilmu pengetahuan dari setiap pengalaman hidupnya. Bagaimana seorang individu memaknai setiap pengalamannya sebagai bekal atau dasar bagi individu untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan. Teori konstruksi pengetahuan ini memotivasi siswa untuk secara aktif dan mandiri mencari sumber belajarnya sendiri dan mengkonstruksi setiap informasi yang dia dapatkan dari setiap pengalamannya untuk disinthesiskan menjadi suatu ilmu pengetahuan baru. Dalam aplikasinya, teori konstruktif ini juga mendukung siswa untuk berpikir secara kritis tentang suatu ilmu pengetahuan yang baru ia dapatkan. Dalam pengaplikasiannya, guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa saja. Penerapan teori ini dalam pengajaran Bahasa Inggris adalah dengan cara guru memberikan suatu topik pembelajaran pada siswa misalnya tentang “Narrative text”, kemudian guru memberikan fasilitas berupa akses internet untuk siswa agar dapat mencari sumber-sumber informasi tentang materi tersebut. Guru juga meminta siswa untuk membuat ringkasan dari apa yang siswa dapatkan tentang materi tersebut, kemudian guru meminta siswa untuk menjelaskan tentang uraian materi tersebut.
5.      Teori Diskusi
Istilah metode berasal dari kata yunani “Metha” dan “Hodos”. Metha diartikan melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Sedangkan diskusi adalah kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu “discussus” yang mempunyai arti memeriksa dan menyelidiki. Pengertian Metode Diskusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan metode diskusi adalah : “Cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar pikiran antara murid dengan guru, murid dengan murid sebagai peserta diskusi (http://masnibios.blogspot.co.id).
Diskusi merupakan teori mengajar yang dapat meningkatkan siswa dalam berpikir kritis dengan bersama-sama bertukar pendapat mencari solusi pemecahan masalah yang terbaik dan yang efektif. Diskusi ini dapat membuat siswa berani dalam mengutarakan pendapat mereka masing-masing secara aktif dan percaya diri juga bertanggung jawab atas apa yang ia utarakan tersebut. Dalam pengaplikasian teori diskusi ini guru tetap sebagai pemandu yang berperan penting dalam hal memfasilitasi siswa dengan memberikan suatu masalah dan memotivasi siswa untuk saling bertukar pikiran dan pendapat untuk memecahkan masalah tersebut.
Penerapan teori ini dalam pengajaran Bahasa Inggris adalah guru memberikan 1 pertanyaan pada beberapa kelompok yang telah ditentukan dan dibagi dan kemudian meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan tersebut untuk mencari dan mendapatkan jawaban dari pertanyaan tersebut.
6.      Teori Investigasi
Investigasi merupakan teori pengajaran yang hampir sama dengan teori mengajar diskusi. Namun bedanya terletak pada adanya suatu aktivitas siswa untuk mengkroscek kebenaran suatu jawaban dari pemecahan masalah. Siswa juga harus membandingkan solusi atau jawaban dari suatu masalah dan pertanyaan yang telah mereka dapatkan pada siswa yang lainnya sehingga antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dapat melakukan kroscek informasi secara benar. Dalam hal ini guru berperan sebagai motivator dan juga fasilitator. Sebagai fasilitator guru menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan siswa dalam mengembangkan suatu jawaban dari pertanyaan atau suatu solusi dari sebuah masalah yang ada, sehingga siswa dapat memilih sendiri sumber mana yang harus dia pilih yang efektif dapat membantu siswa dalam mencari solusi jawaban dari suatu masalah.
Penerapan dalam mengajar adalah guru meminta ssiswa untuk mencari topik atau materi pembelajaran dan meminta siswa untuk membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan tersebut denagn dibantu sumber-sumber belajar yang disediakan oleh guru dan kemudian meminta siswa untuk melakukan investigasi dengan siswa yang lainnya atas hasil dari jawaban yang mereka telah temukan. Selanjutnya guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil temuan dan hasil investigasi terhadap suatu masalah dan pemecahannya tersebut.
7.      Teori Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Setiap manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya. Pertumbuhan cenderung dikategorikan atau dilihat pada bertambahnya tinggi badan, bertambah besarnya ukuran badan, dst. Sedangkan perkembangan dapat meliputi perkembangan kognitif dan perilaku. Ada 4 tahap dalam perkembangan kognitif menurut Jean Piaget, yaitu:
a.       Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
Dalam tahap ini intelegensi yang dimiliki anak itu masih primitive tapi sebenarnya itu adalah intelegensi yang sangat berarti karena ia menjadi pondasi pada tipe-tipe intelegensi yang akan dimiliki kelak. Dan pada tahap ini anak berinteraksi dengan lingkungan termasuk orang tuanya yang dikembangkan melalui sentuhan dan gerakan.
b.      Tahap pra-operasional (2-7 tahun)
Dalam tahap ini intelegensi itu dapat berkembang dengan adanya penguasaan yang sempurna mengenai objek permanence yang telah dimiliki oleh anak. Dan pada tahap ini anak tidak hanya ditentukan oleh indrawi saja tapi juga pada intuisi. Anak mampu menyimpan kata dan menggunakannya.
c.       Tahap konkrit-operasional (7-11 tahun)
Dalam tahap ini cara berfikir anak yang bersifat konkrit menyebabkan mereka belum mampu menangkap yang abstrak atau melakukan abstraksi tentang sesuatu yang konkrit dan pada tahap ini anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkrit dan mulai berkembang rasa ingin tahu.
d. Tahap formal-operasional (11 tahun keatas)
Dalam tahap ini anak dirasa sudah dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran konkrit operasional sehingga mampu mewujudkan sesuatu dalam pekerjaan yang merupakan hasil berfikir logis. 
(http://pandidikan.blogspot.co.id/2010/05/teori-belajar-jean-peaget-kognitif.html)
Dalam penerapan teori perkembangan dalam mengajar adalah, guru harus menyesuaikan antara materi dan aktivitas terhadap tahap perkembangan yang sedang dilalui siswa saat ini. Ketika guru Bahasa Inggris mengajar siswa SD, maka guru harus mencari materi dan aktivitas yang sesuai dengan tahap perkembangan yang terjadi pada siswa SD. Sehingga kegiatan belajar dan mengajar dapat berlangsung secara efektif, dan dapat mencapai tujuan dari mengajar tersebut.
8.      Teori Ekspositori
Teori mengajar ekspositori atau teori mengajar dengan cara memberikan penjelasan ini merupakan teori yang mementingkan tentang bagaimana materi dapat tersampaikan kepada siswa secara verbal. Dalam teori mengajar ini, guru bertujuan untuk menyampaikan materi kepada siswa sampai siswa dianggap mengerti tentang topik bahasan yang disampaikan guru. Untuk memperkuat pemahaman siswa, guru dapat menyertakan contoh-contoh sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi tersebut.
Penerapan dalam mengajar Bahasa Inggris adalah, guru menyampaikan materi Grammar kepada siswa dengan disertai definisi dan contoh-contoh konkret dari setiap pengaplikasian rumus grammar tersebut.

REFERENSI
http://subliyanto.blogspot.co.id/2011/04/hakikat-mengajar.html. Diakses pada tanggal 2 Desember 2015 pada pukul 18.30
http://ikawardani-ikawardani.blogspot.co.id/2011/11/pengertian-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 2 Desember 2015 pada pukul 19.45
http://masnibios.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 3 Desember 2015 pada pukul 04.45
http://pandidikan.blogspot.co.id/2010/05/teori-belajar-jean-peaget-kognitif.html. Diakses pada tanggal 3 Desember 2015 pada pukul 18.45






Minggu, 29 November 2015

SELARAS DALAM OLAH HATI DAN OLAH PIKIR (Refleksi Hidup Menurut Fenomena Compte)

SELARAS DALAM OLAH HATI DAN OLAH PIKIR
(REFLEKSI HIDUP MENURUT FENOMENA COMPTE)
Oleh: Vivi Nurvitasari (1570125102)

Refleksi Hidup Dalam Rangka Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A
(Kamis, 19 November 2015)

Pertama kali saya mendengar tentang filsuf Auguste Compte dari Bapak Marsigit pada perkuliahan Filsafat Ilmu di ruang 306A Prodi PEP Kelas B yang dilaksanakan setiap Hari Kamis pukul 07.30-09.10. Auguste Compte merupakan sosok filosof besar pencetus aliran Positivisme, yaitu sebuah aliran filsafat Barat yang timbul pada abad-19 dan merupakan kelanjutan dari Empirisme.
Positivisme yang menandai krisis-krisis di barat itu sebenarnya marupakan salah satu dari sekian banyak aliran-aliran filsafat di barat, meski dalam beberapa segi mengandung kebaruan namun pandangan ini bukan merupakan suatu hal yang sama sekali baru, karena pada masa sebelumnya Kant sudah berkembang dengan pendangannya mengenai empirisme yang dalam beberapa segi berkesesuaian dengan positivisme.
Adapun yang menjadi  tititk tolak dari pemikiran positivis ini adalah apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang dimaksud dengan “positif” adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sedemikian rupa agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
Menurut Compte dan juga para penganut aliran positivisme,  ilmu pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta karena positivisme menolak metafisisme. Bagi Compte, menanyakan hakekat benda-benda atau penyebab yang sebenarnya tidaklah mempunyai arti apapun. Oleh karenanya, ilmu pengetahuan dan juga filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Dengan demikian, kaum positivis membatasi dunia pada hal-hal yang bisa dilihat, diukur, dianalisa dan yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Dengan model pemikiran seperti ini, kemudian Auguste Compte mencoba mengembangkan positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.
Selanjutnya, karena agama (Tuhan) tidak bisa dilihat, diukur dan dianalisa serta dibuktikan, maka agama tidak mempunyai arti dan faedah. Compte berpendapat bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu sesuai dengan fakta. Sebaliknya, sebuah pernyataan akan dianggap salah apabila tidak sesuai dengan data empiris. Contoh misalnya pernyataan bahwa api tidak membakar. Model pemikiran ini dalam epistemologi disebut dengan teori Korespondensi.
Keberadaan (existence) sebagai masalah sentral bagi perolehan pengetahuan, mendapat bentuk khusus bagi Positivisme Compte yakni sebagai suatu yang jelas dan pasti sesuai dengan makna yang terkandung di dalam kata "positif". Kata nyata (riil) dalam kaitannya dengan positif bagi suatu objek pengetahuan, menunjuk kepada hal yang dapat dijangkau atau tidak dapat dijangkau oleh akal. Adapun yang dapat dijangkau oleh akal dapat dijadikan sebagai objek ilmiah sedangkan sebaliknya yang tidak dapat dijangkau oleh akal, maka tidak dapat dijadikan sebagai objek ilmiah. Kebenaran bagi Positivisme Compte selalu bersifat riil dan pragmatik artinya nyata dan dikaitkan dengan kemanfaatan dan nantinya berujung kepada penataan atau penertiban. Oleh karenanya, selanjutnya Compte beranggapan bahwa pengetahuan yang demikian itu tidak bersumber dari otoritas misalnya bersumber dari kitab suci, atau penalaran metafisik (sumber tidak langsung), melainkan bersumber dari pengetahuan langsung terhadap suatu objek secara indrawi.
Filsafat positivisme Compte juga disebut sebagai faham empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Compte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara “terisolasi”, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori. (http://lauraerawardani.blogspot.co.id/2014/04/positivisme-august-comte-serta-fakta.html)
Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting positivisme. Misalnya, hal panas. Positivisme mengatakan bahwa air mendidih adalah 100 derajat celcius, besi mendidih 1000 derajat celcius, dan yang lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton, dan seterusnya.
Pada intinya, positivisme tidak hanya menggunakan metode rasionalisme saja atau empirisme saja, tetapi menggabungkan keduanya dengan cara melihat gejala yang fakta dan nampak lalu merasionalkannya dengan mencoba meramalkan gejala yang akan terjadi setelahnya. Contohnya hari ini langit mendung, itu adalah bagian dari empirisme, lalu diperkirakan sebentar lagi akan turun hujan, itu merupakan bagian dari rasionalisme. Jadi ide positivisme di sini adalah berpatokan pada gejala yang telah nampak.
Menurut Compte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap atau 3 zaman, yaitu zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau zaman positif.
1.     Tahap Teologis
Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahkan rohnya kepada hakekat batiniah segala sesuatu. Jadi orang masih percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan yang mutlak. Oleh karena itu orang berusaha memilikinya. Orang yakin, bahwa di belakang tiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang secara khusus. Pada tahap ini terdapat 3 tahap lagi, yaitu: a) tahap yang paling bersahaja atau primitif, ketika orang menganggap, bahwa segala benda berjiwa (animisme); b) tahap ketika orang menurunkan kelompok-kelompok hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya, sedemikian rupa, sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme); c) tahap yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
2.  Tahap Metafisik
Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan-kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-pengertian atau dengan pengada-pengada yang lahiriah yang kemudian dipersatukan dengan sesuatu yang bersifat umum yang disebut alam dan yang dipandang sebagai asal segala penampakan atau gejala yang khusus.
3. Tahap Positif
Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis, maupun pengenalan metafisis. Ia tidak lagi mau melacak hakekat yang sejati dari segala sesuatu yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan padanya, yaitu dengan pengamatan dan dengan memakai akalnya. Pada zaman ini pengertian “menerangkan” berarti: fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan dengan suatu fakta yang umum. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur di bawah satu fakta yang umum saja.
     Hukum 3 zaman atau 3 tahap di atas bukan hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri. Contoh praktisnya adalah dalam pelajaran matematika sebuah rumus bagi anak-anak hanya dijadikan sebuah teori dan tidak ada usaha untuk mengkritisinya atau mempraktekannya. Ketika remaja dia sudah mulai mengkritisi dan mempraktekannya dan mempunyai gambaran-gambaran atau abstraksi metafisik tentang rumus tersebut. Dan ketika sudah dewasa dia telah menemukan hasil dari nilai praktis rumus tersebut.
   Dalam refleksi hidup sekarang ini masih banyak yang cenderung mempraktikkan pemikiran-pemikiran dari Compte. Misalnya saja dalam dunia pendidikan, adanya kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013 merupakan hasil dari pemikiran Compte tentang positivisme atau saintifik. Dalam Kurikulum 2013, metode yang cenderung digunakan adalah metode saintifik yang menekankan pada eksperimen, menguji suatu kebenaran secara empiris lalu merasionalkannya dengan melakukan olah pikir. Seperti yang disebutkan diatas bahwa positivisme tidak hanya berhubungan dengan empirisme saja namun juga berhubungan dengan rasionalitas. Maka positivisme itu hanya mempelajari hal-hal atau sesuatu yang nampak atau nyata oleh karena itu suatu metode saintifik juga hanya bisa digunakan untuk menguji fenomena atau hal yang nampak atau nyata dalam kehidupan sehari-hari.
     Karena positivisme lebih menekankan pada hal-hal yang nampak yang bersifat empriris juga rasionalisme, maka Compte juga berpendapat bahwa spiritualitas atau agama dan yang berkaitan dengan Tuhan itu tidaklah menjadi hal yang penting sehingga menganggap bahwa ibadah itu tidaklah penting. Seperti apa yang Pak Marsigit sampaikan dalam perkuliahan bahwa ketika seseorang mempunyai hp atau gadget baru, maka seseorang tersebut akan fokus pada gadget barunya dan akan melupakan atau bahkan meninggalkan ibadah sholat. Fenomena tersebut mencerminkan bahwa sebagai manusia kita terlalu jauh dari rasa syukur, rendah hati dan juga keikhlasan hati. Sehingga hal tersebut menjadi urgensi bagi kita untuk mempelajari Filsafat Ilmu, agar kita selalu menyadari tentang kekurangan dan keterbatasan kita dan mampu untuk mensyukuri atas apa yang ada. sehingga dari rasa syukur tersebut akan muncul suatu keikhlasan hati untuk selalu beribadah mendekatkan diri pada Allah.
     Oleh karenanya kita sebagai manusia yang masih jauh dari kesempurnaan perlu adanya membangun sebuah konsep hidup yang seimbang dan selaras antara olah hati yang didasari oleh spiritualitas dan juga olah pikir yang didasari dengan ilmu pengetahuan.

Minggu, 08 November 2015

BELAJAR PERAN DAN FUNGSI DARI FILSAFAT (Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Prodi PEP Kelas B oleh Vivi Nurvitasari)

BELAJAR PERAN DAN FUNGSI DARI FILSAFAT
Minggu, 8 November 2015
Refleksi pertemuan kedelapan (Kamis, 05 November 2015)
Oleh: Vivi Nurvitasari
15701251012

Bismillahirahmanirrahim
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Petemuan kuliah Filsafat Ilmu yang dilaksanakan pada tanggal 05 November 2015 jam 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A. Sistem perkuliahan pada minggu ini berbeda dengan pertemuan sebelumnya karena pada pertemuan kali ini Pak Marsigit memberikan penjelasan tentang “Peran dan Fungsi Filsafat dari Awal Zaman sampai Akhir Zaman”. Berikut adalah hasil refleksi dari materi yang telah disampaikan oleh Pak Marsigit pada pertemuan ke delapan :
Obyek filsafat itu adalah yang ada dan yang mungkin ada, yang mempunyai sifat bermilyar-milyar pangkat bermilyar pun belum cukup untuk menyebutkannya karena sifat itu berstruktur dan berdimensi. Misalnya saja warna hitam mempunyai semilyar sifat hitam, yaitu hitam nomor 1 ini, hitam nomor 2 itu, dst. Maka manusia sifatnya terbatas dan tidak sempurna, oleh karena itu manusia tidak mampu memikirkan semua sifat dan hanya bisa  memikirkan sebagian sifat saja, sebagian sifat yang dipikirkan saja sehingga bersifat reduksi yaitu untuk tujuan tertentu, tujuannya ialah membangun dunia, dunia pengetahuan. Jadi yang direduksi, yang dipilih adalah sifat dari obyek filsafat itu yang bersifat tetap dan berubah.  Kalau hanya berubah itu hanya separuhnya dunia, separuhnya lagi bersifat tetap, buktinya sejak lahir sampai sekarang sampai mati pun manusia tetap ciptaan Tuhan. Dunia jika hanya thesis saja baru separuhnya dunia dan itu tidak sehat dan juga tidak harmonis. Supaya sehat dan harmonis adanya interaksi antara yang tetap dan yang berubah. Misalkan saja namanya Pak Marsigit, walapun ada tambahan Prof.; Dr.; M.A tetap saja namanya Pak Marsigit. Maka  sebenar-benar hidup adalah interaksi antara yang tetap dan yang berubah. Yang tetap itu tokohnya Permenides. Yang berubah itu tokohnya Heraclitus. Yang tetap itu bersifat idealis, dan yang berubah itu bersifat realis. Yang ideal tokohnya Plato. Yang realis tokohnya Aristoteles. Tetap-ideal itu ternyata salah satu sifat dari pikiran, sedangkan berubah-realis ternyata salah satu sifat dari pengalaman. Pikiran menghasilkan aksioma, pengalaman menghasilkan kenyataan. Benarnya yang tetap, benarnya yang ideal, benarnya aksioma itu konsisten atau koheren, sedangkan benarnya yang berubah, benarnya kenyataan, benarnya pengalaman itu adalah korespodensi. Yang konsisten atau koheren tersebut merupakan matematika sebagai ilmu untuk orang dewasa sedangkan yang korespodensi adalah matematika untuk anak-anak yaitu matematika berupa aktivitas. Yang konsisten atau koheren tersebut bila dinaikkan menjadi transendentalisme, dinaikkan lagi menjadi spiritual dan semakin ke atas menjadi kebenaran tunggal yaitu mono dan menjadi aliran monisme. Sedangkan korespodensi bila diturunkan menjadi plural atau dualis yang menjadi dualisme.
Selagi kita itu berada di duniamaka kita masih mempunyai sifat yang plural, jangankan mahasiswa UNY, sedangkan diriku sendiri bersifat plural, karena bersifat plural maka pada yang tetap itu bersifat konsisten atau identitas yaitu A=A. A=A hanya terjadi dipikiran, maka matematika yang tertulis dibuku itu hanya matematika untuk orang dewasa, hanya benar ketika masih didalam pikiran, tapi ketika ditulis bisa saja salah. Sedangkan yang berubah itu bersifat kontradiksi yaitu A≠A, karena A yang pertama tidak sama dengan A yang kedua. Maka yang bersifat identitas itu terikat oleh ruang dan waktu sedangkan yang bersifat kontradiksi itu terbebas oleh ruang dan waktu. Yang bersifat tetap dan identitas itu dikembangkan dan dipertajam dengan logika yang tokohnya adalah Russel, maka lahirlah aliran logisism, ilmunya bersifat formal dan lahirlah aliran formalism, tokohnya Helbert.
Jadi yang ada dan yang mungkin ada itu bisa saja sembarang benda. Kemudian dari adanya logisism tersebut lahirlah aliran rasionalisme tokohnya Rene Decartes. Sedangkan dalam sifat yang berubah yang berupa pengalaman itu lahirlah empirisme tokohnya David Hume yang menuju pada tahun 1671. Yang tetap itu kebenarannya bersifat absolut maka lahirlah absolutisme, sedangkan yang berubah itu bersifat relatif, lahirlah aliran relatifisme. Jadi aliran filsafat itu tergantung pada obyeknya, dan ini terjadi pada diri kita masing-masing secara mikro, dan ketika kita membaca atau mempelajari buku, misalnya buku tentang Rene Decartes itu berarti makronya. Jadi hidup itu adalah interaksi antara mikro dan makro. Yang namanya logika, pikiran itu konsisten didalam filsafat disebut analitik. Analitik berarti yang penting konsisten dalam satu hal menuju ke hal yang lain. Sehingga yang disebut analitik dan konsisten tersebut membutuhkan aturan atau postulat. Untuk yang mempunyai aksioma atau yang mempunyai postulat adalah subyeknya atau dewanya, misalnya seorang kakak membuat aturan untuk adiknya, ketua membuat aturan pada anggotanya, dosen membuat aturan untuk mahasiswanya. Sedangkan yang di bawah atau yang berubah itu bersifat sintetik punya sebab dan akibat. Yang diatas yang bersifat tetap atau konsisten itu bersifat analititk, dan juga bersifat a priori yaitu bisa dipikirkan walaupun belum melihat bendanya.
Yang dibawah berupa pengalaman itu adalah a posteriori, contohnya dokter hewan yang harus memegang sapi untuk bisa mengetahui mengetahui penyakit yang diderita si sapi tersebut, jadi a posteriori itu adalah paham setelah melihat bendanya. Sedangkan a priori, misalnya dokter yang membuka prakter pengobatan lewat radio, ketika menangani pasien, dokter tersebut mendengarkan keluhan-keluhan dari si pasien lewat radio, hanya dengan mendengarkan tanpa melihat, dokter tersebut sudah bisa membuat resep yang didasari oleh konsistensi antara teori satu dengan teori yang lain. Maka Immanuel Kant mencoba mendamaikan perdebatan yang terjadi antara empirisme dan rasinalisme. Descartes dan pengikutnya berkata tiadalah ilmu jika tanpa pikiran, sedangkan David Hume berkata tiadalah ilmu jika tidak berdasarkan pengalaman. Lalu Immanuel Kant mengatakan bahwa antara Descartes dan David Hume itu keduanya benar dan juga keduanya salah. Dalam apa yang disebutkan oleh David Hume terdiri unsur kesombongan karena mendewa-dewakan pengalaman. Sedangkan dalam apa yang dikatakan Descartes itu terdapat kelemahan yaitu terlalu mendewa-dewakan pikiran dan mengabaikan pengalaman. Maka unsur daripada pikiran adalah analitik a priori, dan unsur daripada pengalaman adalah sintetik a posteriori. Ambil sintetiknya, ambil a priorinya, maka sebenar-benarnya ilmu itu bersifat sintetik a priori, ya dipikirkan dan juga dicoba. Jadi jika analitik a priori itu dunianya orang dewasa atau dunianya dewa, sedangkan sintetik a posteriori itu adalah dunianya anak-anak. Maka dewa itu mengetahui banyak hal tentang anak-anak, dan anak-anak hanya mengetahui sedikit tentang dewa. Jadi mendidik anak itu harus bisa melepaskan kedewasaannya, karena kalau tidak dilepaskan itu akan menakut-nakuti anak tersebut. Dewa jika turun ke bumi akan menjelma menjadi manusia dewasa. Guru digambarkan seorang dewa yang turun ke bumi menjelma menjadi manusia dewasa, itulah gambarannya seorang guru. Jika kita sebagai guru SD maka pikiran kita juga harus menjelma menjadi pikiran anak-anak, kalau tidak maka gambarannya akan seperti gunung meletus yang mengeluarkan lava, yang tinggal dilembah gunung itu adalah anak-anak, sedangkan guru atau orang dewasa itu bagaikan lava yang turun dari atas dan panasnya bukan main. Maka ketika mengajarkan matematika pada anak itu berikan contohnya, karena definisi bagi anak kecil itu berupa contoh, sedangkan definisi matematika bagi orang dewasa itu berupa bukti.
Akhirnya filsafat dalam perjalanannya seperti yang disebutkan diatas, maka lahirlah dalam sifat yang tetap dan konsisten itu berupa ilmu-ilmu dasar dan murni, sedangkan dalam sifat yang berubah itu berupa sosial, budaya, ilmu humaniora. Maka sampai disitulah bertemu yang namanya bendungan Compte. Inilah segala macam persoalan tentang August Compte seorang teknik tapi pikirannya berisi tentang filsafat. Compte berpendapat bahwa agama saja tidak bisa untuk membangun dunia, karena agama itu irrasional dan tidak logis. Maka diatasnya agama atau spiritual itu adalah filsafat, dan diatasnya filsafat itu ada positif atau saintifik. Positif atau saintifik itulah yang digunakan untuk membangun dunia, maka lahirlah aliran positifisme. Jadi kurikulum 2013 yang berupa metode saintifik itu asal mulanya dari pikiran Compte yang berupa pisitifisme tadi.
Dari kesemuanya tersebut yang didukung oleh ilmu dasar sehingga menghasilkan teknologi, sehingga menjadi paradigma alternatif, kenapa? Karena itu termasuk Indonesia yang dicerminkan dalam filsafat yang disampaikan oleh Pak Marsigit yang strukturnya mulai dari material, formal, normatif, lalu spiritual. Itu merupakan cita-cita Indonesia sesuai dengan dasar negaranya yaitu Pancasila, dimana Pancasila itu filsafat negara yg bersifat monodualis, mono karena Esa Tuhannya, dualis yaitu aku dengan masyarakatku, jadi vertikal dan horisontal, itulah cita-cita kita semua sebagai warga negara Indonesia. Dalam kehidupan ternyata melintas suatu positivisme yang tidak kita sadari di dunia timur termasuk Indonesia, maka Compte dengan positifisme telah menjelma menjadi Power Now, yang dimulai dari archaic, tribal, tradisional, feodal, modern, post modern, post-post modern, baru kemudian power now. Dengan pilarnya berupa kapitalisme, pragmatisme, utilitarianisme, hedonisme, materialisme, liberalisme, saintifisme yang lahir adalah saintifik. Jadi metode saintifik dalam kurikulum itu adalah ketidakberdayaan Indonesia bergaul dengan power now.
Maka kita belajar filsafat itu bagaikan seekor ikan dilaut yang airnya terkena polusi berupa kontemporer (kekinian). Tapi kita bukanlah sembarang ikan, maka disitu terjadi peristiwa dewa ruci. Ketika Sang Bima mencari wahyu didalam dasar air laut. Jadi tidak sembarang ikan yang bisa sampai kedasar laut, ikan tersebut haruslah mempunyai ilmu dan pengetahuan. Jika tidak mempunyai ilmu dan pengetahuan maka ikan tersebut tidak akan tahu tujuannya mau kemana untuk mencari air laut yang jernih.
Jadi apakah anda paham apa itu kontradiksi? Karena sebenar-benarnya hidup ini adalah kontradiksi. Kontradiksi yang nyata dan yang kasat mata adalah ketika orang terjun ke air, muncul di atas sudah terlentang, maka berfilsafat itu mencari pengetahuan sehingga ketika terjun ke dalam air bisa muncul lagi dengan selamat. Jadi berfilsafat itu mencari alat untuk memilah-milah antara limbah kapitalisme, limbah liberalisme, limbahnya materialisme, dst. Jadi filsafat itu ada didalam diri kita semuanya. Maka adanya interaksi antara makro dan mikro. Jadi itulah gambarannya untuk mahasiswa sebagai bekal ketika membaca elegi-elegi dalam blog Pak Marsigit. Setiap hari Indonesia tidak bisa berdiri karena digempur oleh berbagai macam peristiwa power now yang berupa teknologi, pendidikannya, serta politiknya. Sehingga Indonesia tidak mempunyai jati diri, kenapa bisa begitu? Karena dipengaruhi oleh para pemimpin sejak dulu, karena pemimpin kita dulu banyak mendapat godaan. Tetapi indonesia bergaul dengan dunia internasional itu tidak murah, karena selalu menanamkan investasi yang besar. Sehingga indonesia telah menjadi obyek dari subyeknya, maka begini salah begitu salah, serba salah. Itulah kita bangsa yang lemah, para pemikirnya juga menjadi bangsa yang lemah, sehingga saintifiknya juga menjadi tidak berkarakter, karena metode saintifik dalam kurikulum 2013 itu pasti ada sebuah hipotesis. Di Indonesia sendiri tidak menggunakan hipotesis, kenapa? Karena jika memakai hipotesis mereka takut dan khawatir jika terlalu tinggi pasti akan ditolak oleh para ahli dan masyarakat, maka metode saintifik didalam Kurikulum 2013 itu dihapus dan diganti dengan Menanya, tapi menanya tersebut menjadi tidak berarti. Menanya apa? Padahal yang benar adalah menanya dalam rangka membuat hipotesis. Maka saintifik itu perlu dicoba, misalnya untuk mengetahui suhu dalam ruangan itu perlu diukur atau dicoba diukur untuk mengetahui suhu yang pasti dalam ruangan tersebut.
Metode saintifik itu hanya salah satu sepertiga dari ilmu humaniora, sepertiganya daripada hermeneutika, karena hermeneutika itu mengembang linear dan siklik dalam titik ada 3 elemen. Elemen menukik yang artinya mendalami secara intensif dengan memakai metode  saintifk; elemen mendatar itu artinya membudayakan (Senin ketemu Senin); dan elemen mengembang yang artinya membangun dunia.  Membangun matematika itu menemukan konsep, menemukan rumus. Maka mahasiswa yang sedang membangun dunia dengan filsafat itu belum jelas seperti apa bangunannya. Maka dari itu harus banyak membaca. Ikan ya ikan tetapi alangkah baiknya ikan itu mengetahui jenis-jenis dari air agar bisa mencari air yang bersih, karena itu bukan untuk kepentingan ikan itu sendiri, karena nantinya ikan itu akan bertelur sehingga menyelamatkan generasi yang akan datang atau keturunan kita nantinya. Jika engkau paham dan sadar mudah-mudahan keturunanmu juga nantinya akan mengerti dan sadar, juga orang didekatmu, keluargamu termasuk murid-muridmu. Amin.
Alhamdulillahirrobbil’alamin.

Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.